[28/11 23:09] aji rasha: Menumbuhkan Kesabaran
RUBU' AL-MUNJIYAT -
KITAB SABAR DAN SYUKUR
Sesungguhnya
pada setiap penyakit
terdapat obat yang sudah Allah sediakan.
Maka walaupun
tampak sukar,
menumbuhkan sifat sabar bukanlah hal yang mustahil dengan pertolongan-Nya.
Dan obat
bagi ketidaksabaran
terdiri atas dua jenis,
yakni
ilmu dan amal —
di mana dari keduanya
dapat dihasilkan campuran-campuran obat-obat untuk
berbagai penyakit hati
yang ada.
Sabar itu
ibarat peperangan antara pembangkit agama dengan pembangkit hawa-nafsu.
Maka tiada jalan bagi kita bila ingin memperoleh kemenangan agama:
kita harus melemahkan pembangkit nafsu syahwat, dan menguatkan pembangkit agama.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman!
Bersabarlah kalian (ishbiruu), dan hendaklah kalian
saling sabar-menyabarkan (shabiruu),
dan teguhkanlah tekad kalian (raabithuu),
dan bertakwalah
kepada Allah
supaya kalian
mendapat kemenangan. — Q.S. Ali 'Imran [3]: 200
Adapun jalan
untuk melemahkan pembangkit nafsu syahwat itu ada tiga perkara:
1. Memutuskan keterikatan,
bahwa kita terikat kepada
benda yang menguatkan
nafsu syahwat.
Maka, tidak boleh tidak,
kita harus belajar
memutuskan keterikatan
itu. Misalnya,
keterikatan kepada
makanan diputus dengan
berpuasa.
2. Memadamkan api.
Sesungguhnya nafsu
syahwat itu dapat berkobar
dengan pandangan kepada
hal-hal yang dapat
memancing nafsu syahwat
Rasulullah SAW bersabda,
"Pandangan itu adalah
salah satu panah beracun
dari panah-panah iblis."
Menjaga pandangan dari
hal-hal tercela,
menjaga telinga dari
ucapan-ucapan kotor,
menjaga langkah kaki dari
tempat-tempat yang tidak
pantas,
menjaga pikiran dari
bacaan-bacaan yang tidak
bermanfaat,
merupakan langkah
langkah memadamkan api
nafsu syahwat.
3. Mencari jalan yang halal.
Setiap manusia tentu
memiliki kebutuhan
jasmaniah yang harus
dipenuhi, baik makanan,
pakaian, maupun
pasangan.
Maka semua itu dapat
dipenuhi dengan menjaga
diri dengan syari’at yang
kuat,
yakni mencari jalan yang
halal atas setiap kebutuhan
hidup.
Inilah tiga jalan
yang mampu melemahkan tentara nafsu syahwat.
Langkah pertama
seperti halnya memutuskan makanan bagi anjing
yang ganas supaya ia lemah, lalu hilanglah kekuatannya.
Langkah kedua
mencegah anjing yang ganas itu agar tidak mencium bau amis daging dan darah, sehingga perut sang hewan tidak tergerak lantaran melihat dan mencium makanan kesukaannya.
Langkah ketiga
menghias diri dengan sesuatu yang sedikit, mencukupkan diri
dengan yang halal,
dari kebutuhan tabiat manusia.
Adapun jalan
untuk menguatkan pembangkit agama
ada dua perkara:
1. Menuntut ilmu.
Ilmu adalah cahaya.
Cahaya yang memadamkan kegelapan dan
menerangi hati.
Mengetahui kelebihan dan keutamaan sabar
bagi kehidupan di dunia
dan akhirat,
merupakan salah satu ilmu yang bermanfaat dan menguatkan agama.
Dengan pengetahuan
tentang sabar,
seseorang menjadi “gemar” dengan musibah,
karena telah jelas baginya apa yang semu dan
apa yang kekal abadi.
[28/11 23:19] aji rasha: 2. Belajar mujahadah.
Hendaknya
kita membiasakan diri berperang melawan pembangkit hawa nafsu secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit,
hingga ia memperoleh lezatnya kemenangan
sebuah pertempuran.
Dengan demikian
muncul keberanian dan kuatnya tekad
ketika berjuang melawan hawa nafsu tersebut.
Sesungguhnya kebiasaan
dan selalu melatih diri dengan perbuatan-perbuatan yang sulit itu
mengokohkan kekuatan kita.
Maka siapa
yang meninggalkan mujahadah,
niscaya lemahlah pembangkit agamanya,
dan ia tidak kuat melawan nafsu syahwat
meski nafsu syahwat itu lemah.
Dan siapa yang membiasakan diri menentang hawa nafsu,
niscaya suatu ketika dia akan semakin kuat untuk dapat mengalahkan hawa nafsu itu mana kala dikehendakinya.
Mencapai
Tingkatan Tertinggi Kesabaran
Manusia senantiasa
mencari kebahagiaan.
Tetapi syaithan
dan hawa nafsu
selalu mengajak kepada kebahagiaan yang semu
dan segera,
dan tidak mengimani kebahagiaan sejati
dan abadi.
Orang-orang yang tertipu dalam memperoleh kebahagiaan yang segera itu digambarkan melalui firman Allah Ta'ala:
Jangan!
Tetapi kamu mencintai kehidupan yang cepat
(‘ajilah, kehidupan dunia). Dan meninggalkan
hari akhirat.
– Q.S. Al-Qiyaamah [75]: 20-21
Sesungguhnya
orang-orang itu
mencintai kehidupan
yang cepat,
dan meninggalkan
di belakang mereka
hari yang berat.
– Q.S. Al-Insaan [76]: 27
Berpalinglah kamu
dari orang
yang tiada mempedulikan pengajaran Kami
dan hanya menginginkan kehidupan dunia semata. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka.
– Q.S. An-Najm [53]: 29-30
Sesungguhnya
kesenangan hidup di dunia ini dibandingkan dengan akhirat hanyalah sedikit (harganya).
– Q.S. At-Taubah [9]: 38
Mengenai
Q.S. Ali ‘Imran [3]: 200 sebagaimana terdapat
di awal tulisan,
Imam Al-Ghazali mengatakan:
“Hendaklah kalian
ishbiruu fi'llaah
(artinya sabarlah pada
jalan Allah),
shaabiru bi'llaah
(artinya saling
sabar-menyabarkanlah dengan sebab Allah), dan raabithuu ma'allaah
(artinya perteguhkanlah kekuatanmu bersama Allah).”
Bahwa
sesunguhnya manusia
ada dalam keadaan merugi, kecuali mereka
yang beriman,
beramal shalih, dan
saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran (Q.S. Al-Ashr [103]: 2-3).
Adapun tingkat terberat
dari segala macam sabar itu adalah mencegah batin
dari bisikan nafsu
(haditsun nafsi),
di mana bisikan syaitan senantiasa menarik nafsu itu pada hal-hal
yang tidak diridhai agama.
Maka untuk mencapai maqam sabar tertinggi
tiada obat
selain memutuskan
semua hubungan
lahir dan batin
dari segala keterikatan dunia dan dengan tauhid yang kuat:
menjadikan cita-cita tertuju hanya ke pada Allah Ta'ala.
[28/11 23:20] aji rasha: Sabar itu
ibarat peperangan antara pembangkit agama dengan pembangkit hawa-nafsu. Maka tiada jalan untuk memperoleh kemenangan agama
selain dengan berusaha melemahkan pembangkit nafsu syahwat dan menguatkan pembangkit agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar