Selasa, 30 November 2021

Taubat

Taubat

Sesungguhnya ini 
adalah sebuah peringatan: 

Barangsiapa yang menghendaki, 
biarlah ia mengambil jalan menuju Rabb-nya. 
Dan tiadalah kamu 
akan berkehendak (menempuh jalan itu), 
kecuali jika itu dikehendaki oleh Allah. 
Sungguh, Allah itu 
Maha Mengetahui lagi 
Maha Bijaksana.
– Q.S. Al-Insaan [76]: 29-30

Bagaikan dua sisi mata uang, kehidupan mempunyai 
dua wajah. 
Sisi kelam hadir saat kesedihan dan kesulitan terasa tak tertanggungkan. Beberapa episode kelam itu cukup akrab di keseharian kita: 
pekerjaan tak terselesaikan menumpuk, 
anak sakit, 
huru-hara rumah tangga, patah hati. 

Semua menenggelamkan kita pada pusaran kesulitan yang seakan tak habis-habisnya.

Beratnya masalah kehidupan kadang membuat kita terpuruk. 
Kita melihat, 
apa yang kita lakukan ternyata hanya 
serentetan kegagalan dan ketidaksempurnaan. 
Kita merasa berat 
dengan segala tanggung jawab kehidupan ini. 
Kita tak mampu menjalankan tugas-tugas dengan baik semuanya.

Kekelaman kerap hadir 
saat kita sengaja mengabaikan nurani. 
Saat mengejar sesuatu 
yang tampak gemerlap, 
kita melakukan segala cara. Kita abaikan suara lirih 
yang memperingatkan kita jauh dari dalam hati, 
demi kehormatan di antara manusia, 
keberlimpahan materi atau kesenangan duniawi. 
Setelah itu, 
kita merasa lelah 
dengan apa yang tadinya begitu menyenangkan. 
Tak jarang pilihan-pilihan sesaat kita itu memerosokkan kita 
jauh ke dalam kerendahan—

penghormatan manusia 
pada kita tak juga mengalahkan rasa hina 
yang merembes keluar dari batin kita.

Namun, 
dunia ini juga mengenalkan sisinya yang cerah pada kita. Kita kenal sisi itu, 
saat kita bahagia dan 
berada di atas awan. 
Ketika bonus dari kantor bertambah banyak, anak-anak sehat, 
pasangan cukup baik 
dan setia, atau 
hasil kerja di atas rata-rata. 

Semua terasa mudah 
ketika kita dapat melakukan apa saja, 
membeli apa saja.

Meski begitu, 
sisi cerah ini pun selalu menyisakan kekosongan. 

Seperti Musa muda, 
seorang pangeran Mesir 
yang bebas dari kesedihan dunia, 
memiliki ketampanan dan kekayaan berlimpah, kekuasaan yang nyaris penuh dan tiadanya kesulitan hidup—itu tidak pernah menghentikan pertanyaan yang muncul dari batinnya: 

siapa aku sebenarnya? 
Apa kehidupan ini sebenarnya? 
Ke mana aku 
akan melangkah?

Pada satu titik, 
kehidupan pasti akan membuat kita merasa lelah. Di sisi mana pun kita ditempatkan, 
jika kita jujur pada diri sendiri, kedua sisi itu 
selalu akan menyisakan kegamangan—
berbagai rupa bentuknya. 

Mungkin berupa 
ucapan batin yang lirih 
di tengah malam, 
saat semua terasa buntu, 
dan kita pun mulai meminta pertolongan. 
Mungkin saat kita berbaring, dan menyadari bahwa kesuksesan yang kita raih ini terasa begitu kering. 
Atau, pertanyaan-pertanyaan eksistensial 
yang bermunculan dan 
tak kunjung terjawab. 
Atau sekadar mata 
yang basah, 
penyesalan yang diam 
atas suara nurani kita 
yang kerap diabaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar