[28/11 20:04] aji rasha: Al-Hikam
Pasal 8: Amal, Berserah Diri
dan Ma’rifat
إِذَا فَتَحَ لَـكَ وِجْهَةً مِنَ التَّعَرُّفِ فَلاَ تُبــَالِ مَعَهَا أِنْ قَلَّ عَمَلُكَ فَإِنَّـهُ مَا فَـتَـحَهَا لَكَ إِلاَّ وَهُوَ يُرِ يْدُ أَنْ يَـتَـعَرَّفَ إِلَيكَ. أَلَمْ تَـعْلَمْ أَنَّ الـتَّــعَرُّفَ هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْكَ، وَاْلأَعْمَالُ أَنْتَ مُــهْدِ يْــهَا إِلَـيْهِ، وَأَيــْنَ مَا تُــهْدِ يْهِ إِلَـيْهِ مِمَّا هُـوَ مُوْرِدُهُ عَلَـيْكَ
"Ketika Dia
membukakan bagimu (suatu) Wajah Pengenalan,
maka jangan engkau sandingkan (hadirnya) pengenalan itu dengan sedikitnya amal-amalmu; karena sesungguhnya Dia tidak membukakan pengenalan itu bagimu kecuali (bahwa) Dia semata-mata menginginkan untuk memperkenalkan (Diri-Nya) kepadamu.
Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya (suatu) pengenalan itu (semata-mata) Dia yang menginginkannya atasmu, sedangkan amal-amal itu (semata-mata) suatu hadiah dari engkau kepada-Nya; maka tidaklah sebanding antara apa-apa yang engkau hadiahkan kepada-Nya dengan apa-apa yang Dia inginkan untukmu."
Syarah
Ada rahasia yang sangat halus dibalik kalimat-kalimat Ibnu Athaillah
dalam pasal ini.
Ibnu Athaillah bukan hendak mengatakan bahwa amaliah tidak berarti,
karena itu adalah
tanda kepatuhan kepada-Nya.
Namun ada persoalan
yang lebih besar dari itu
yang harus dimiliki
setiap pejalan suluk.
Ketika Allah membuka “Wajah Pengenalan”,
maka yang Dia anugrahkan kepada seorang hamba adalah
Diri-Nya,
Eksistensi-Nya,
bukan semata
perbuatan-Nya,
karunia-Nya, atau
surga-Nya.
Maka tidaklah sebanding ketika Allah menyerahkan seluruh Diri-Nya
untuk dikenali,
sementara seseorang
hanya menyerahkan
amal perbuatannya,
bukan dirinya.
Adalah
Nabi Muhammad SAW memberi nasihat kepada putrinya Fatimah r.a.
untuk senantiasa berdoa pada setiap pagi dan petang:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ! أَصْلِحْ لِي شَأْنِيَ كُلَّهُ، وَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ
Wahai (Dzat)
yang Maha Hidup dan
Maha Berdiri!
Dengan rahmat-Mu
aku memohon pertolongan. Perbaikilah
urusanku seluruhnya; dan jangan Engkau serahkan aku kepada diriku
walau hanya sekejap mata. – H.R. Imam An-Nasai,
Imam Al-Hakim.
[28/11 20:07] aji rasha: Dalam hadits yang lain dikatakan:
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو، فَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah,
hanya rahmat-Mu
yang kuharapkan!
Maka janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku meski sekejap mata, dan perbaikilah
urusanku seluruhnya. (Sungguh) tidak ada tuhan selain Engkau. –
H.R. Imam Ahmad,
Abu Dawud, dan
Ibnu Hibban.
Bahwa kebanyakan manusia mengandalkan urusannya kepada dirinya, kepintarannya,
amal perbuatannya.
Dan sangatlah sedikit manusia yang menginginkan berserah diri sepenuhnya kepada Allah.
Sementara dalam Al-Quran dikatakan bahwa
sebaik-baik agamaseseorang adalah yang:
aslama wajhahu (menyerahkan wajahnya), seluruh eksistensinya, seluruh jiwa-raganya,
hidup dan matinya, hanya kepada Allah.
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا
Dan siapakah
yang lebih baik agamanya dari pada orang yang menyerahkan wajahnya kepada Allah,
sedang diapun seorang yang ihsan dan mengikuti
millah Ibrahim yang lurus?– Q.S. An-Nisa [4]: 125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar