Al-Hikam
Pasal 9: Amal, Ahwal dan
Warid
تَـنَوَّعَتْ أَجْنَاسُ اْلأَعْمَالِ لِـتَـنَوُّعِ وَارِدَاتِ اْلأَحْوَالِ
"Beragamnya jenis
amal-amal itu disebabkan oleh beragamnya warid-warid (yang turun)
pada ahwal-ahwal (hamba-Nya)."
Syarah
Warid adalah
terminologi suluk yang banyak ditemukan dalam Al-Hikam.
Makna sederhana warid adalah
karunia Allah yang turun kepada seorang hamba.
Proses turunnya warid terkait dengan kesiapan qalb,
dalam hal ini adalah
kadar ahwal si hamba. Sebagai contoh, dalam Al-Quran Allah berfirman:
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا ...
Tidak dianugerahkan (al-hasanah) itu melainkan kepada orang-orang yang sabar ... –
Q.S. Al-Fushilat [41]: 35
Dalam ayat di atas,
sabar adalah
ahwal si hamba, dan al-hasanah yang dianugrahkan
merupakan warid
yang Allah karuniakan.
Namun dalam pasal ini
Ibnu Athaillah tidak hanya berbicara tentang ahwal dan warid;
namun juga berbicara keterkaitan antara warid dan amal.
Bahwa warid yang
diterima seorang hamba terkait dengan amal
hamba tersebut.
Amal yang dimaksud disini adalah berupa
amal yang khusus,
yakni amal atau dharma
yang terkait dengan
misi hidup atau jati diri seseorang.
Haruslah dipahami
bahwa
jati diri setiap manusia adalah
unik dan berbeda.
Suatu warid
yang Allah karuniakan kepada seorang hamba
pasti akan mengungkap
jati diri hamba tersebut. Seorang nabi,
seorang rasul,
seorang wali,
seorang mursyid,
seorang raja,
seorang ilmuwan, masing-masing memiliki amal-amal yang khusus terkait jati dirinya.
Misalkan
seorang hamba yang jatidirinya sebagai mursyid, maka akan dikaruniai warid berupa pengetahuan atau kemampuan untuk membimbing murid-muridnya.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar