Senin, 29 November 2021

Syahwat dan Hawa Nafsu

[29/11 17:27] aji rasha: Syahwat dan Hawa Nafsu
Itulah 
tiga unsur utama pembentuk manusia: 
jasad (jism, badan), 
jiwa (nafs), dan 
ruh. 

Ketiga unsur ini saling terkait dan berinteraksi. 
Nah, dari interaksi ketiga unsur ini, 
kita akan mengenal beberapa unsur lain.

Syahwat

Ketika nafs ditugaskan 
untuk hidup di dunia, 
ia diletakkan ke dalam kendaraan jasad. 

Jasad berasal dari bumi, 
dan ia pun sangat menyukai kesenangan-kesenangan yang berasal dari alamnya. 

Ia menyukai 
makanan dan minuman, lawan jenis, 
hubungan seksual, kecantikan atau ketampanan, dan semacamnya. 

Syahwat adalah 
daya-daya yang berasal 
dari jasad, 
yang memberi pengaruh 
pada nafs. 

Fungsi syahwat 
adalah untuk kelangsungan hidup si jasad di bumi ini—
ia tidak dapat hidup 
dengan baik di dunia 
jika tidak makan, minum, dan berketurunan.

Dari penyatuan antara 
nafs dan jasad, 
daya-daya jasadi ini 
memberi pengaruh pada 
nafs yang suci, 
yang masuk ke dalam jasadnya—
bahkan mendominasi nafs-nya. 

Dalam hal ini, 
orientasi nafs-nya 
menjadi sama dengan orientasi syahwat, 
sehingga ia kehidupannya 
di dunia hanya untuk mencari hal-hal yang digemari 
oleh syahwatnya itu.

Syahwat sendiri 
bukan sesuatu yang buruk, sebenarnya. 

Fungsi syahwat adalah 
untuk kelangsungan hidup jasad di alam dunia. 

Namun syahwat 
baru menjadi buruk 
jika ia menguasai, mendominasi, atau memperbudak tuannya: 
nafs.

Struktur Insan Syahwat adalah daya-daya yang berasal dari jasad, 
yang memberi pengaruh 
pada nafs. 

Fungsi syahwat adalah 
untuk kelangsungan hidup 
si jasad di bumi ini—
ia tidak dapat hidup 
dengan baik di dunia 
jika tidak makan, minum, dan berketurunan.

Jadi, dalam 
tingkatan nafs tadi, 
nafs ammarah bi su’ adalah nafs yang dikuasai syahwatnya. 

Nafs Lawwamah adalah 
nafs yang dipengaruhi syahwatnya. 

Sedangkan nafs muthma’innah adalah 
nafs yang bebas dari syahwatnya, 
bahkan syahwatnya telah tunduk pada sang nafs.
[29/11 17:33] aji rasha: Hawa Nafsu

Hawa Nafsu 
berbeda dengan syahwat. 

Jika dalam penyatuan jiwa dan jasad tadi, 
daya-daya jasadi yang memengaruhi jiwa disebut syahwat, 

maka di sisi lain, 
penyatuan ini juga melahirkan “anak-anak”, 
yaitu oknum-oknum batin yang sifatnya tengah-tengah, antara jasad dan jiwa. 

Sesuai namanya, 
ia adalah hawa dari nafs—sekadar hawanya, 
dan bukan nafs yang sejati. 

Ia tidak jasadi sepenuhnya, namun juga 
tidak malakuti sepenuhnya.

Contoh hawa nafsu ini adalah 
marah, 
kesombongan, 
bangga diri, 
malas, 
takut, 
dendam, 
ragu, 
gelisah, 
putus asa, 

bahkan hawa nafsu beragama 
seperti ingin puasa terus-menerus, 
ingin shalat terus-menerus, dan tidak peduli dengan tanggung jawab mencari penghidupan, 
misalnya.

Hawa Nafsu ini 
ribuan jumlahnya dalam diri setiap manusia. 

Fungsinya adalah 
untuk melindungi dan membantu nafs—

ia disebut sebagai 
tentara batin. 

Mereka semua adalah prajurit, 
yang seharusnya dikomando oleh nafs muthma’innah untuk mencapai tujuannya, yaitu 
melaksanakan mandat yang dibawanya dari Allah ta’ala. 

Namun, persoalannya adalah ketika para prajurit—
syahwat dan 
hawa nafsu—
justru 
menguasai pimpinannya 
dan mengambil alih kepemimpinan. 

Nafs, 
yang ditempatkan di dunia ini untuk sebuah tujuan agung: menjadi perpanjangan 
kuasa Allah di muka bumi 

untuk memakmurkan 
alam semesta (khalifah), pada akhirnya hanya hidup 
di dunia untuk tujuan yang sangat dangkal: 
sekadar untuk memenuhi keinginan syahwat dan 
hawa nafsunya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar