[29/11 17:27] aji rasha: Syahwat dan Hawa Nafsu
Itulah
tiga unsur utama pembentuk manusia:
jasad (jism, badan),
jiwa (nafs), dan
ruh.
Ketiga unsur ini saling terkait dan berinteraksi.
Nah, dari interaksi ketiga unsur ini,
kita akan mengenal beberapa unsur lain.
Syahwat
Ketika nafs ditugaskan
untuk hidup di dunia,
ia diletakkan ke dalam kendaraan jasad.
Jasad berasal dari bumi,
dan ia pun sangat menyukai kesenangan-kesenangan yang berasal dari alamnya.
Ia menyukai
makanan dan minuman, lawan jenis,
hubungan seksual, kecantikan atau ketampanan, dan semacamnya.
Syahwat adalah
daya-daya yang berasal
dari jasad,
yang memberi pengaruh
pada nafs.
Fungsi syahwat
adalah untuk kelangsungan hidup si jasad di bumi ini—
ia tidak dapat hidup
dengan baik di dunia
jika tidak makan, minum, dan berketurunan.
Dari penyatuan antara
nafs dan jasad,
daya-daya jasadi ini
memberi pengaruh pada
nafs yang suci,
yang masuk ke dalam jasadnya—
bahkan mendominasi nafs-nya.
Dalam hal ini,
orientasi nafs-nya
menjadi sama dengan orientasi syahwat,
sehingga ia kehidupannya
di dunia hanya untuk mencari hal-hal yang digemari
oleh syahwatnya itu.
Syahwat sendiri
bukan sesuatu yang buruk, sebenarnya.
Fungsi syahwat adalah
untuk kelangsungan hidup jasad di alam dunia.
Namun syahwat
baru menjadi buruk
jika ia menguasai, mendominasi, atau memperbudak tuannya:
nafs.
Struktur Insan Syahwat adalah daya-daya yang berasal dari jasad,
yang memberi pengaruh
pada nafs.
Fungsi syahwat adalah
untuk kelangsungan hidup
si jasad di bumi ini—
ia tidak dapat hidup
dengan baik di dunia
jika tidak makan, minum, dan berketurunan.
Jadi, dalam
tingkatan nafs tadi,
nafs ammarah bi su’ adalah nafs yang dikuasai syahwatnya.
Nafs Lawwamah adalah
nafs yang dipengaruhi syahwatnya.
Sedangkan nafs muthma’innah adalah
nafs yang bebas dari syahwatnya,
bahkan syahwatnya telah tunduk pada sang nafs.
[29/11 17:33] aji rasha: Hawa Nafsu
Hawa Nafsu
berbeda dengan syahwat.
Jika dalam penyatuan jiwa dan jasad tadi,
daya-daya jasadi yang memengaruhi jiwa disebut syahwat,
maka di sisi lain,
penyatuan ini juga melahirkan “anak-anak”,
yaitu oknum-oknum batin yang sifatnya tengah-tengah, antara jasad dan jiwa.
Sesuai namanya,
ia adalah hawa dari nafs—sekadar hawanya,
dan bukan nafs yang sejati.
Ia tidak jasadi sepenuhnya, namun juga
tidak malakuti sepenuhnya.
Contoh hawa nafsu ini adalah
marah,
kesombongan,
bangga diri,
malas,
takut,
dendam,
ragu,
gelisah,
putus asa,
bahkan hawa nafsu beragama
seperti ingin puasa terus-menerus,
ingin shalat terus-menerus, dan tidak peduli dengan tanggung jawab mencari penghidupan,
misalnya.
Hawa Nafsu ini
ribuan jumlahnya dalam diri setiap manusia.
Fungsinya adalah
untuk melindungi dan membantu nafs—
ia disebut sebagai
tentara batin.
Mereka semua adalah prajurit,
yang seharusnya dikomando oleh nafs muthma’innah untuk mencapai tujuannya, yaitu
melaksanakan mandat yang dibawanya dari Allah ta’ala.
Namun, persoalannya adalah ketika para prajurit—
syahwat dan
hawa nafsu—
justru
menguasai pimpinannya
dan mengambil alih kepemimpinan.
Nafs,
yang ditempatkan di dunia ini untuk sebuah tujuan agung: menjadi perpanjangan
kuasa Allah di muka bumi
untuk memakmurkan
alam semesta (khalifah), pada akhirnya hanya hidup
di dunia untuk tujuan yang sangat dangkal:
sekadar untuk memenuhi keinginan syahwat dan
hawa nafsunya saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar