Selasa, 30 November 2021

Qalb yang Tertutup, Terkunci Mati

[29/11 20:35] aji rasha: Qalb yang Tertutup, 
Terkunci Mati

Lalu bagaimana dengan qalb yang "mati"?

Qalb yang mati, 
berarti ia tak dapat menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana mestinya. 

Qalb semacam itu tak kan mampu merenungkan (tadabur) Al-Qur’an, 
seperti termaktub di ayat "Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an ataukah qalb-qalb 
mereka terkunci?" 
(Q.S. Muhammad [47]: 24).

Meski terbaca olehnya ayat-ayat dari Kitabullah, kalimat-kalimat itu hanya melintas begitu saja 
di hadapannya. 
Tak mengubah sedikit pun perilaku dan pemahamannya tentang hidup dan jati dirinya. 

Al-Qur’an juga menjelaskan kisah umat-umat terdahulu, yang merupakan peringatan bagi manusia. 

Namun semuanya itu 
tak ada maknanya 
bagi qalb yang mati. 


Hanya qalb yang hidup 
yang mampu memaknai tanda-tanda itu 
(Q.S. Qaaf [50]: 36-37).

Qalb yang mati, 
juga diibaratkan oleh Al-Qur’an sebagai 
qalb yang mengeras, membatu. 
Jika berzikir menjadikan 
qalb tenang dan tentram, 

maka sebaliknya pun berlaku: qalb yang mengeras 
tak mampu mengingat 
(dzikr kepada) Allah, "… kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu qalb-nya 
untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata." 
(Q.S. Az-Zumar [39]: 22)

Lalu, bagaimana 
sebuah qalb bisa tertutupi sedemikian rupa, 
hingga kemudian mengeras dan membatu? 
Al-Qur’an mengisyaratkan proses tertutupinya qalb ini dengan apa yang diistilahkan sebagai "raan".

 
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَ‌انَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya "raan" itu menutupi qalb mereka. – 
Q.S. Al-Muthaffifin [83]: 14

Rasulullah SAW 
menjelaskan ayat tersebut 
di dalam sebuah hadits, "Seorang hamba 
apabila melakukan suatu dosa, 
maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun 
serta bertaubat, 
hatinya dibersihkan. 
Apabila ia kembali 
(berbuat maksiat), 
maka ditambahkan 
titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. 
Itulah yang diistilahkan "ar-raan" 
yang Allah sebutkan dalam firman-Nya, 
'Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya ar-raan itu menutupi qalb mereka'" 
(H.R. At-Tirmidzi)

Jadi sekali lagi, 
apa yang menutupi 
sebuah qalb, 
hingga kemudian mengeras dan menjadi seperti batu?

Benar, dosa.

Heart
Seorang hamba 
apabila melakukan 
suatu dosa, 
maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Itulah yang diistilahkan ar-raan dalam firman-Nya, '... sebenarnya ar-raan itu menutupi qalb mereka' 
(H.R. At-Tirmidzi)

Dosa yang kita tumpuk bertahun-tahun, 
semenjak dulu hingga kini. Setitik noktah yang mengotori qalb kala itu, 
lalu menjadi setaburan 
debu hitam, 
hingga timbul selapisan tipis jelaga. 
Dosa besar dan kecil pun datang bertubi-tubi 
di sepanjang waktu kehidupan. 
Jelaga itu pun kini 
jadi berlapis-lapis, bertumpuk-tumpuk 
hingga menyerupai 
kerak hitam yang sulit dibersihkan, 
dan akhirnya pun 
mengeras seperti batu 
yang hitam legam.

Qalb yang mati 
tak lagi layak menjadi 
wadah Al-Iman, 
dan ia takkan mampu memahami kebenaran.

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُ‌وا فَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ

Yang demikian itu 
adalah karena bahwa sesungguhnya mereka 
telah beriman, 
kemudian menjadi kafir (lagi) lalu qalb mereka 
dikunci mati; 
karena itu mereka 
tidak dapat memahami. – Q.S. Al-Munaafiquun [63]: 3
[29/11 20:40] aji rasha: Dengan kondisi qalb 
yang seperti itu, 
bagaimana kita sanggup memahami petunjuk Allah, baik dari rangkaian kalimat-Nya di dalam Al-Qur’an—
dan semua yang telah ditebarkan-Nya 
di segenap penjuru alam dan pada diri kita sendiri?

Petunjuk-petunjuk itu 
akan seperti penglihatan yang samar-samar atau seruan nun jauh 
di ujung sana. 
Sebagaimana sabda-Nya: "Al-Qur’an itu 
adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. 

Dan orang-orang 
yang tidak beriman, 
pada telinga mereka 
ada sumbatan, 
sedang Al-Qur’an itu 
suatu kegelapan 
bagi mereka. 
Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh." – 
Q.S. Fushshilat [41]: 44

Tidakkah kita pernah merasakannya? 
Tatkala membaca Al-Qur’an, adakah kita teguh memperoleh makna yang sesungguhnya? 

Al-Qur’an adalah 
"bacaan yang amat mulia" 
(Q.S. Al-Waaqi’ah [56]: 77), 

namun sanggupkah qalb kita teguh meyakini sepenuhnya di mana letak kemuliaanya?

Petunjuk ilahi 
seperti rasi-rasi bintang 
di kegelapan langit malam bagi para pengarung lautan kehidupan: 
ia memberi arah, 
waktu dan 
penanda, 
di tengah samudera 
pilihan yang luas. 

Namun, apalah arti bintang-bintang itu 
bila awan gelap menggantung membatasi pandangan? 
Apa artinya peta navigasi dan konstalasi bintang 
bagi orang 
yang tak memahaminya selain melihat itu semua hanya sebagai coretan abstrak tanpa makna?

أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ‌ لُّجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ سَحَابٌ ۚ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَ‌جَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَ‌اهَا ۗ وَمَن لَّمْ يَجْعَلِ اللَّـهُ لَهُ نُورً‌ا فَمَا لَهُ مِن نُّورٍ‌

Atau seperti gelap gulita 
di lautan yang dalam, 
yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), 
dan di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, 
apabila dia mengeluarkan tangannya, 
tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. – 
Q.S. An-Nuur [24]: 40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar