Senin, 15 November 2021

kerajaan panjalu 2

Untuk kedua kalinya Sanghyang Borosngora pergi melepaskan kaprabon, dan kali ini dia berlanjut tak tentu arah karena tidak tahu kemana harus mencari ilmu yang dimaksudkan oleh ayahnya itu. Letih berlanjut tak tentu arah akhir-akhirnya dia duduk bersemadi, mengheningkan cipta, memohon kepada Sanghyang Tunggal supaya diberikan ajar untuk menemukan Ilmu Sajati. Sekian lama bersemadi akhir-akhirnya dia mendapat ajar bahwa pemilik ilmu yang dicarinya itu mempunyai di seberang lautan, yaitu di tanah suci MekkahJazirah Arab. Dengan ilmu kesaktiannya Sanghyang Borosngora tiba di Mekkah dalam sekejap mata.

Di Mekkah itu Sanghyang Borosngora berwawancara kepada setiap orang yang ditemuinya supaya dapat berjumpa dengan seseorang yang mewarisi Ilmu Sajati yang dimaksud. Orang-orang yang tidak mengerti maksud sang pangeran menunjukkan supaya dia menjumpai seorang pria yang tinggal dalam sebuah tenda di gurun pasir. Sanghyang Borosngora bergegas menuju tenda yang dimaksud dan ketika dia membuka tabir tenda itu dilihatnya seorang pria tua yang sedang menulis dengan pena. Karena terkejut dengan kedatangan tamunya, pena yang mempunyai di tangan pria tua itu terjatuh menancap di tanah berpasir.

Lelaki misterius itu menegur sang pangeran karena telah datang tanpa mengucapkan salam sehingga mengejutkannya dan mengakibatkan pena yang dipegangnya jatuh tertancap di pasir, padahal sesungguhnya lelaki itu hanya berpura-pura terkejut karena berhasrat memberi pelajaran kepada pemuda pendatang yang terlihat jumawa karena kesaktian yang dimilikinya itu. Setelah berwawancara apa kepentingannya datang ke tendanya, lelaki itu hanya berharap Sanghyang Borosngora supaya mengambilkan penanya yang tertancap di pasir. Sang pangeran segera memenuhi permintaan pria itu, tetapi terjadi kejanggalan, pena yang menancap di tanah itu seperti sudah menyatu dengan bumi sehingga walaupun segenap kekuatannya telah dikerahkan, namum pena itu tak bergeming benda/barang sedikitpun.

Sanghyang Borosngora segera menyadari bahwa orang yang mempunyai di depannya bukanlah orang sembarangan. Sebagai seorang kesatria dia mengakui kehebatan pria itu dan memohon ampun atas kelancangan sikapnya tadi. Sang pangeran juga memohon kesediaan pria misterius itu mengajarinya ilmu yang sangat mengagumkannya ini. Lelaki yang belakang diketahui yaitu Sayidina Ali bin Abi Thalib R.A. ini hanya berharap Sanghyang Borosngora mengucapkan kalimat syahadat seperti yang dicontohkannya dan sungguh tidak dapat diterangkan oleh ikhtiar, pena yang menancap di tanah itu dapat dicabut dengan gampang olehnya.

Setelah peristiwa itu Sanghyang Borosngora menetap beberapa lama di Mekkah untuk menimba Ilmu Sajati kepada Baginda Ali R.A. yang ternyata yaitu Dien Al Islam (Agama Islam). Di yang belakang sekali masa pendidikannya Sanghyang Borosngora diberi wasiat oleh Baginda Ali supaya melaksanakan syiar Islam di tanah asalnya. Sanghyang Borosngora yang sekarang bernama Syeikh Haji Abdul Iman ini belakang diberi cinderamata berupa Pedang, Cis (tombak bermata dua atau dwisula), dan pakaian kebesaran. Sebelum pulang Syeikh Haji Abdul Iman juga menciduk cairan zam-zam dengan gayung tiris pemberian ayahnya dan ternyata cairan zam-zam itu tidak menetes yang berfaedah dia telah sukses menguasai ilmu sajati dengan sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar