Senin, 15 November 2021

kerajaan panjalu 11

Pangeran Arya Sacanata atau Pangeran Arya Salingsingan

Raden Arya Sumalah wafat dalam usia muda dan melepaskan putera-puterinya yang sedang kecil. Untuk memasukkan kekosongan kekuasaan di Kabupaten Panjalu Raden Arya Sacanata dinaikkan oleh Sultan Mulia (1613-1645) sebagai Bupati menggantikan kakaknya dengan gelar Pangeran Arya Sacanata.

Pangeran Arya Sacanata juga memperisteri Ratu Tilarnagara puteri Bupati Talaga Sunan Ciburuy yang yaitu janda Arya Sumalah. Pangeran Arya Sacanata mempunyai banyak keturunan, berpihak kepada yang aci dari garwa padminya yaitu Ratu Tilarnagara maupun dari isteri-isteri selirnya (ada sekitar 20 orang anak), anak-anaknya itu dikemudian hari menjadi pembesar-pembesar di tanah Pasundan.

Dua belas di selang putera-puteri Pangeran Arya Sacanata itu adalah:

1) Raden Jiwakrama (Cianjur),

2) Raden Ngabehi Suramanggala,

3) Raden Wiralaksana (Tengger, Panjalu),

4) Raden Jayawicitra (Pamekaran, Panjalu),

5) Raden Dalem Singalaksana (Cianjur),

6) Raden Dalem Jiwanagara (Bogor),

7) Raden Arya Wiradipa (Maparah, Panjalu),

8) Nyi Raden Lenggang,

9) Nyi Raden Tilar Kancana,

10) Nyi Raden Sariwulan (Gandasoli, Sukabumi),

11) Raden Yudaperdawa (Gandasoli, Sukabumi), dan

12) Raden Ngabehi Dipanata.

Putera Sultan Agung, Sunan Amangkurat I (1645-1677) pada tahun 1656-1657 secara sepihak mencopot posisi Pangeran Arya Sacanata sebagai Bupati Panjalu yang dinaikkan oleh Sultan Mulia serta membubarkan Kabupaten Panjalu dengan membagi wilayah Priangan menjadi 12 Ajeg; salah satunya yaitu Ajeg Wirabaya yang meliputi wilayah Kabupaten Panjalu, Utama dan Bojonglopang serta dikepalai oleh keponakan sekaligus anak tirinya yaitu Raden Arya Wirabaya sehingga membikin Pangeran Arya Sacanata mendendam kepada Mataram.

Suatu ketika Pangeran Arya Sacanata dituding oleh mertuanya yang juga Bupati Talaga Sunan Ciburuy untuk menukar Talaga mengirim seba (upeti) ke Mataram. Pada kesempatan itu Pangeran Arya Sacanata menyelinap ke peraduan Sinuhun Mataram dan mempermalukanya dengan memotong sebelah kumisnya sehingga menimbulkan kegemparan akbar di Mataram. Segera saja Pangeran Arya Sacanata menjadi buruan pasukan Mataram, namun sampai yang belakang sekali hayatnya Pangeran Arya Sacanata tidak pernah sukses ditangkap oleh pasukan Mataram sehingga dia mendapat julukan Pangeran Arya Salingsingan (dalam Bahasa Sunda kata "salingsingan" berfaedah saling berpapasan tapi tidak dikenali).

Pangeran Arya Sacanata menghabiskan hari tuanya dengan melepaskan kehidupan keduniawian dan memastikan hidup seperti petapa mengasingkan diri di tempat-tempat sunyi di sepanjang hutan pegunungan dan pesisir Galuh. Mula-mula dia membangun padepokan di Gandakerta sebagai tempatnya berkhalwat (menyepi), Sang Pangeran belakang berkelana ke Palabuhan Ratu, Kandangwesi, Karang, Lakbok, belakang menyepi di Gunung Sangkur, Gunung Babakan Siluman, Gunung Cariu, Kuta Tambaksari dan terakhir di Nombo, Dayeuhluhur. Pangeran Arya Sacanata wafat dan dipusarakan di Nombo, Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten CilacapJawa Tengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar