C. Wewengkon (Wilayah adat) Cisitu
Wilayah adat atau yang disebut sebagai Wewengkon Kasepuhan Cisitu terletak di sebelah selatan pegunungan Halimun. Secara administratif Negara wewengkon ini terletak di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Batas-batas wewengkon Kasepuhan Cisitu adalah sebagai berikut;
- Sebelah Utara : Gunung Sangga Buana (Kasepuhan Urug), Bogor
- Sebelah Timur : Gunung Palasari (Kasepuhan Ciptagelar)
- Sebelah Selatan : Muara Kidang (Kasepuhan Cisungsang)
- Sebelah Barat : Gunung Tumbal (Kasepuhan Cisungsang)
Secara fisiografi, wewengkon Kasepuhan Cisitu merupakan wilayah perbukitan terjal hingga pegunungan. Wilayah ini dibatasi oleh lembah sungai yang berbentuk V dengan dasar yang berbatu. Kemiringan diatas 40 % dengan temperatur rata-rata harian antara 20 – 30 derajat Celsius.
Berdasarkan pemetaan partisipatif (Bulan Januari 2010), yang difasilitasi oleh AMAN, JKPP dan FWI, luas wewengkon Kasepuhan Cisitu adalah 7.200 Hektare[2]. Sebelumnya, para kaolotan hanya memperkirakan luas wewengkon tersebut sekitar 5.000 hektare saja. Pemetaan menggunakan alat Global Position System (GPS) dan Citra Land Sat.
D. Sistem Pengelolaan Wewengkon Cisitu
Kasepuhan Cisitu mempunyai kearifan dalam mengelola wilayah adatnya. Mereka mempunyai pola tataruang yang diatur dengan aturan adat. Dalam pengelolaanya masyarakat adat Cisitu memisahkan antara lahan garapan dan lahan hutan. berdasarkan kearifan tradisional, mereka membagi wewengkon menjadi;
- Hutan Titipan; yaitu kawasan hutan yang tidak boleh diganggu atau dirusak. Kawasan ini biasanya dikeramatkan. Secara ekologis, kawasan ini juga merupakan kawasan yang sangat penting dalam menjaga lingkungan dan merupakan sumber kehidupan.
- Hutan Tutupan; yaitu kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk kepentingan kepentingan masyarakat. Umumnya, pemanfaatannya secara terbatas yaitu untuk pemanfaatan hasil hutan non-kayu, tanaman obat, rotan, madu. Selain itu, kawasan ini juga berfungsi sebagai penjaga mata air.
- Lahan Garapan / Bukaan; yaitu kawasan yang dimanfaatkan untuk pertanian (sawah), kebun, pemukiman, dan sarana lainnya.
E.1 Pola Pertanian
Sebagian besar incu putu (warga adat) Kasepuhan Cisitu, sekitar 95 %, mempunyai matapencaharian sebagai petani atau bertani. Selain itu ada masyarakat yang bekerja sebagai pedagang, pengawai pemerintahan, guransil, sopir angkutan umum, dan tukang ojek.
Bertani selaian sebagai matapencaharian juga merupakan warisan leluhur mereka (adat). Seperti yang tertuang dalam falsafah Kasepuhan sebagai berikut; “Pare teh kudu dipusti-pusti, dipusti-pusti hartina pare teh kudu dipelihara lain mustikeun siga ka pangeran”. Dalam bertani, warga adat mengikuti aturan adat. Mereka hanya akan menanam padi jika sudah mendapatkan ijin dari Kaolotan atau pemimpin adat (waktu menanam ditentukan oleh ketua adat). Selain itu, mereka juga mengikuti aturan masa panen, yaitu satu tahun kali. Menurut Abah Okri, masa panen diberlakukan satu tahun sekali, karena melihat hasilnya cukup dan bahkan lebih (disimpan dalam leuit / lumbung padi) untuk dimakan selama satu tahun. Khusus untuk padi, masyarakat di Kasepuhan Cisitu tidak boleh menjualnya.
Dalam bertani padi, warga Kasepuhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar