Selasa, 09 November 2021

cisitu lebak banten kidul

Falsafah Hidup Masyarakat Adat Kasepuhan Cisitu
Kabupaten Lebak

Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)

Kasepuhan Cisitu merupakan salah satu masyarakat adat yang terdapat di wilayah Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kasepuhan tersebut terletak di wilayah Taman Nasional Salak Halimun, dengan ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dalam kesehariannya masyarakat Kasepuhan Cisitu ada beberapa falsafah hidup yang cukup menarik untuk dicermati.

  1. Tilu sapamali dua sakarupa nu hiji eta-eta keneh
    “tiga pantangan dua serupa dan yang satu itu-itu juga”
    Pelaksanaan hal itu dalam berbagai kehidupan manusia selalu diatur oleh tiga faktor, misalnya di Indonesia tiga hukum, yaitu hukum adat, hukum agama, dan hukum negara. Ketiga hukum itu harus selalu harmonis karena satu dengan yang lainnya memiliki kepentingan yang sama. Jika salah satu diabaikan, akan terjadi ketidakseimbangan atau ketidakstabilan sebuah negara. Selama ketiganya harmonis maka sebuah negara akan sejahtera, rukun, dan damai. Kalau tidak harmonis di antara ketiganya, bahkan ketiganya tidak berwibawa maka akan kacaulah sebuah negara, seperti bunyi ungkapan:
    – Dukun kurang pangaruh,
    – Pamarentah kurang komara,
    – Ulama kurang wibawa.
    Dukun kurang pangaruh artinya adat istiadat hanya dijadikan kedok, dukun sebagai simbol hukum adat; pamarentah kurang komara artinya pemerintah kurang dihormati, pemerintah sebagai simbol hukum negara; dan ulama kurang wibawa artinya para ulama sebagai simbol hukum agama kurang berwibawa.
  2. Dalam perilaku manusia ada tiga faktor penting, yaitu:
    a. Tekad (niat/itikad),
    b. Ucap (perkataan),
    c. Lampah (perilaku).
    Ketiganya akan berjalan saling menguatkan. Niat yang baik akan menghasilkan perkataan dan perilaku yang baik. Begitu pun sebaliknya jika niatnya sudah buruk maka perkataan dan perilaku juga akan tidak baik.
  3. Dalam bidang pertanian terdapat tiga aspek penting, yaitu:
    a. Areg (kenyang/sejahtera)
    b. Aras (sehat),
    c. Acis (pendidikan).
    Pertanian bagi masyarakat desa merupakan mata pencaharian utama, dengan demikian para petani atau orang tua berharap dengan bertani akan tercukupilah kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan keluarga terutama masa depan keturunan mereka.
  4. Keadaan alam dan masyarakat digambarkan dalam tigal hal, yakni
    a. Alam ngaca,
    b. alam ngaco,
    c. alam ngaci.
    Alam ngaca artinya kejadian alam dijadikan sebagai cermin; alam ngaco artinya keadaan perilaku masyarakat yang sudah kacau balau; dan alam ngaci artinya keadaan alam yang sae (baik). Keadaan masyarakat atau alam yang sudah kacau balau digambarkan dalam sebuah ungkapan: dukun kurang pangaruh ‘dukun kurang dihormati’, paraji kurang sakti ‘dukun beranak diragukan kemampuannya’, pamarentah kurang komara ‘pemerintah tidak disegani’, ulama kurang wibawa ‘ulama tidak berwibawa’, dan rakyat euweuh kaera ‘rakyat sudah tidak memiliki rasa malu’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar