Rabu, 01 Desember 2021

Secara sederhana, insan yang menjadi khalifah Allah di muka bumi ini akan menjadi “bayangan” Allah Ta’ala di alam fisik,

[30/11 17:50] aji rasha: Secara sederhana, 
insan yang menjadi 
khalifah Allah di muka bumi ini akan menjadi “bayangan” Allah Ta’ala di alam fisik, 

sebagaimana diriwayatkan Rasulullah dalam sebuah hadits qudsi, 
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dalam citra Ar-Rahman.” 
Semua 
kehendaknya, 
tindakannya, 
keinginannya dan 
perilakunya 
adalah atas dasar tuntunan dan petunjuk Allah Ta’ala. 
Ia telah sepenuhnya diatur oleh Allah Ta’ala. Keinginannya menjadi sangat selaras dengan kehendak Allah Ta’ala, 
dan tidak lagi berasal dari pemikiran, 
syahwat atau 
hawa nafsunya sendiri. 
Ini, dalam agama, adalah sebuah kondisi yang dikatakan sebagai taqwa—dimana seorang hamba telah sepenuhnya terbebas dari dominasi syahwat dan 
hawa nafsunya sendiri, dan dominasi apa pun selain Allah.

Khalifah

Insan yang telah mampu menerima petunjuk inilah yang harus berperan sebagai khalifah Allah. 
Ia bertindak sebagai 
seorang pelaksana mandat, wakil Allah, dalam memakmurkan 
alam semesta masing-masing.

Secara umum, 
inilah bentuk pengabdian (ya’bud) yang dimaksud: menjadi hamba Allah 
yang menjadi “perpanjangan” peran Allah 
untuk memakmurkan 
alam semesta masing-masing di alam 
yang ini, 
berdasarkan tuntunan 
Allah Ta’ala dalam 
setiap tindakannya.

Menjadi insan 
yang sempurna adalah ber-taqwa, yaitu 
menjadi seorang 
khalifah Allah di bumi, menjadi bayangan Ar-Rahman, dan 
sepenuhnya tertuntun dan terinspirasi oleh Allah Ta’ala, berjalan di atas 
shirath al-mustaqim sebagai hamba-hamba yang diberi nikmat setiap saat, sebagaimana yang selalu kita mohonkan setiap saat.

اهْدِنَا الصِّرَ‌اطَ الْمُسْتَقِيمَ

صِرَ‌اطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ‌ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Tunjukilah kami 
ke Shirath al-Mustaqim, 
jalan mereka yang kepadanya Engkau anugerahkan nikmat, bukan jalan mereka 
yang dimurkai, dan 
bukan jalan mereka 
yang sesat. – 
Q.S. Al-Faatihah [1]: 6-7

Pengabdian pada Allah 
yang seperti inilah—
yang sepenuhnya tertuntun dan senantiasa ditunjuki Allah Ta’ala—
yang disebut 
sebagai “menapaki 
shirath al-Mustaqim”.

وَأَنِ اعْبُدُونِي ۚ هَـٰذَا صِرَ‌اطٌ مُّسْتَقِيمٌ

Dan hendaklah kamu mengabdi kepada-Ku. 
Inilah shirath al-Mustaqim. – Q.S. Yaasiin [36]: 61

 

إِنَّ اللَّـهَ هُوَ رَ‌بِّي وَرَ‌بُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۚ هَـٰذَا صِرَ‌اطٌ مُّسْتَقِيمٌ

Sesungguhnya Allah, 
Dialah Rabb-ku dan 
Rabb kalian. 
Maka mengabdilah kepada-Nya. 
Inilah shirath al-Mustaqim. – Q.S. Az-Zukhruf [43]: 64
[30/11 17:53] aji rasha: Inilah sesungguhnya 
hamba Allah yang taqwa itu. Hamba-hamba 
yang taqwa ini, 
yang telah menerima petunjuk-Nya setiap saat, telah tertuntun dan selaras dengan Allah Ta’ala 
dan dijaga-Nya agar selalu dalam shirath al-Mustaqim. Inilah para Al-Muflihun.

Ini juga berarti, 
jika jin dan manusia 
harus melaksanakan peran tersebut, 
maka Allah sesungguhnya menciptakan jin dan manusia untuk mampu menerima petunjuk-petunjuk Allah setiap saat, 
melalui qalb masing-masing.

Itulah sesungguhnya fungsi nur iman dan qalb 
di dalam dada insan: 
sebagai organ spiritual untuk menerima petunjuk-Nya.

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّـهِ ۗ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Barangsiapa yang ber-iman billah, niscaya 
Dia akan memberi petunjuk kepada qalb-nya. 
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. – 
Q.S. At-Taghaabun [64]: 11

Maka, sebagaimana dalam ayat tersebut, 
prasyarat untuk menerima petunjuk Allah dalam qalb masing-masing adalah adanya qalb yang suci dan adanya “iman billah”, 
yaitu iman yang berupa nur dari Allah Ta’ala, 
bukan sekadar iman lisan atau iman yang percaya saja.

وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُ‌وحًا مِّنْ أَمْرِ‌نَا ۚ مَا كُنتَ تَدْرِ‌ي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَـٰكِن جَعَلْنَاهُ نُورً‌ا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَ‌اطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Dan demikianlah 
Kami mewahyukan kepadamu ruh min amr 
(ruh dari urusan) Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab dan tidak pula mengetahui apakah Al-Iman itu, 
tetapi Kami menjadikannya Nur (cahaya), 
yang Kami tunjuki dengan itu siapa-siapa yang kami kehendaki dari hamba-hamba Kami. 
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada 
Shirath al-Mustaqim. – 
Q.S. Asy-Syuura [42]: 52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar