Rabu, 01 Desember 2021

Syariat dan Tasawuf, Tak Dapat Dipisahkan

[1/12 21:17] aji rasha: 

Syariat dan Tasawuf, 
Tak Dapat Dipisahkan


Hukum syariat 
sebagian besar 
hanya menyentuh apa-apa yang tampak secara fisik saja. 
Hukum tentang shalat, misalnya, 
menyentuh sekian banyak aspek tentang tata cara shalat, 
bagaimana gerakan shalat yang benar, 
kapan dilakukan, 
apa syarat-syaratnya, 
siapa yang berhak menjadi imam, dan 
masih banyak lagi aspek fiqh lainnya. 

Namun hukum syariat 
belum menyentuh aspek-aspek batin 
yang menjadi titik fokus dalam ilmu tasawuf 
dan justru menjadi inti-sari dari ibadah itu sendiri, misalnya tentang khusyu', tentang kerendahan diri dan sopan santun di hadapan-Nya, 
tentang penghadapan 
di dalam hati, 
tentang aspek-aspek Ihsan 

sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW 
di atas: 
"... beribadahlah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, 
jika engkau tidak melihat-Nya maka Dia melihat engkau."

Bukankah kita diperintahkan untuk meninggalkan 
tidak hanya dosa lahiriah, melainkan juga yang batiniah:

وَذَرُوا۟ ظَـهِرَ ٱلْإِثْمِ وَبَاطِنَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْسِبُونَ ٱلْإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا۟ يَقْتَرِفُونَ

Dan tinggalkanlah dosa 
yang dzahir dan yang batin. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, 
kelak akan dibalas, disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. – 
(Q.S. Al-An'aam [6]: 120)

Jika hukum-hukum syariat memberi pagar kepada kita agar terhindar dari dosa-dosa yang dzahir 
(yang tampak, lahiriah), maka 

ilmu tasawuf 
akan mengajak kita untuk memperhatikan ke dalam diri, memahami dosa-dosa 
yang bersifat batin seperti: 
iri, 
dengki, 
ketakutan akan masa depan, kekhawatiran, ketidaksabaran, 
keluh kesah, 
kecintaan akan dunia, kemelekatan terhadap sesuatu, 
riya', 
kebanggaan diri, 
ilusi, 
obsesi, 
dan berjuta ragam variasi hawa nafsu dan syahwat yang telah sekian lama menjadi "berhala" 
dan menghuni relung-relung hati (qalb).

أَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَـهَهُۥ هَوَىهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. 
Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? — (Q.S. Al-Furqaan [25]: 43)
[1/12 21:18] aji rasha: Demikianlah, 
sudah selayaknya 
bagi seorang Muslim 
untuk senantiasa menjalankan agamanya secara utuh dalam 
ketiga aspeknya: 
Iman (aspek tauhid), 
Islam (aspek syariat), dan Ihsan (tasawuf, aspek akhlaq atau aspek batin).

Wallahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar