GURU SEJATI
Sering menjadi pertanyaan adalah
bagaimana jadinya seandainya kita tidak sempat berjumpa dan berguru kepada guru pembimbing ruhani yang seperti itu ?
Untuk itu kita tak perlu khawatir,
karena sesungguhnya
Guru Sejati
ada di dalam diri…
di dalam SIR
ada AKU,
tempat AKU
menyimpan rahasia…
Berarti pintu ijtihad masih tetap terbuka…
Jangan menafsirkan
hadis Rasulullah Saw
dengan letterlijk yang menyampaikan kalau belajar ilmu tanpa bimbingan guru
maka pembimbingnya adalah syaitan.
Kuncinya adalah
yakin dan tetap berpegang teguh kepada
Al Qur’an dan Sunah Rosulullah
insya Allah kita pasti selamat.
Sekali lagi,
Guru Sejati ada di dalam diri…
Fisik berupa jasad atau raga,
sedangkan metafisiknya adalah
roh,
jiwa (nafs) dan
akal (aqli).
Ilmu Jawa melihat bahwa
roh manusia memiliki pamomong (pembimbing) yang disebut guru sejati.
Guru Sejati berdiri sendiri menjadi pendamping dan pembimbing roh atau sukma.
Roh atau sukma
di siram “air suci” oleh
guru sejati,
sehingga sukma menjadi sukma sejati.
Di sini tampak Guru sejati memiliki fungsi
sebagai resources atau
sumber “pelita” kehidupan.
Guru Sejati layak dipercaya sebagai “guru”
karena ia bersifat teguh
dan memiliki
hakekat “sifat-sifat” Tuhan (frekuensi kebaikan)
yang abadi
konsisten
tidak berubah-ubah
(kang langgeng tan owah gingsir).
Guru Sejati adalah proyeksi dari
rahsa/
rasa/
sirr
yang merupakan
rahsa/
sirr
yang sumbernya adalah kehendak Tuhan;
terminologi Jawa menyebutnya sebagai
Rasa Sejati.
Dengan kata lain rasa sejati sebagai proyeksi atas “rahsaning” Tuhan (sirrullah).
Sehingga tak diragukan lagi bila peranan
Guru Sejati akan “mewarnai” energi hidup
atau roh menjadi energi suci
(roh suci/ruhul kuddus).
Roh kudus/roh al quds/sukma sejati,
telah mendapat “petunjuk” Tuhan –
dalam konteks ini
hakikat rasa sejati–
maka peranan roh tersebut tidak lain sebagai
“utusan Tuhan”.
Jiwa, hawa atau nafs
yang telah diperkuat dengan sukma sejati atau
dalam terminologi Arab disebut ruh al quds.
Disebut juga sebagai an-nafs an-natiqah,
dalam terminologi Arab juga disebut sebagai
an-nafs al-muthmainah,
adalah sebagai “penasihat spiritual”
bagi jiwa/nafs/hawa.
Jiwa perlu di dampingi oleh Guru Sejati
karena ia dapat dikalahkan oleh nafsu yang berasal dari jasad/raga/organ tubuh manusia.
Jiwa yang ditundukkan oleh nafsu
hanya akan merubah karakternya menjadi jahat.
Menurut ngelmu Kejawen,
ilmu seseorang dikatakan sudah mencapai puncaknya apabila sudah bisa menemui wujud Guru Sejati.
Guru Sejati benar-benar
bisa mewujud dalam bentuk “halus”,
wujudnya mirip dengan diri kita sendiri.
Mungkin sebagian pembaca yang budiman ada yang secara sengaja atau tidak pernah
menyaksikan, berdialog, atau sekedar melihat
diri sendiri tampak menjelma menjadi dua,
seperti melihat cermin.
Itulah Guru Sejati anda.
Atau bagi yang dapat meraga sukma,
maka akan melihat kembarannya yang
mirip sukma atau badan halusnya sendiri.
Wujud kembaran
(berbeda dengan konsep sedulur kembar)
itu lah entitas Guru Sejati.
Karena Guru Sejati memiliki sifat hakekat Tuhan, maka segala nasehatnya akan tepat dan benar adanya. Tidak akan menyesat-kan.
Oleh sebab itu bagi yang dapat bertemu
Guru Sejati, saran dan nasehatnya layak diikuti.
Bagi yang belum bisa bertemu Guru Sejati,
anda jangan pesimis, sebab Guru Sejati
akan selalu mengirim pesanpesan
berupa sinyal dan getaran
melalui Hati Nurani anda.
Maka anda dapat mencermati suara hati nurani anda sendiri untuk memperoleh petunjuk penting bagi permasalahan yang anda hadapi.
Namun permasalahannya,
jika kita kurang mengasah ketajaman batin,
sulit untuk membedakan apakah yang kita rasakan merupakan kehendak hati nurani
(kareping rahsa) ataukah kemauan hati atau
hawa nafsu (rahsaning karep).
Artinya, Guru Sejati menggerakkan
suara hati nurani
yang diidentifikasi pula sebagai kareping rahsa atau kehendak rasa (petunjuk Tuhan)
sedangkan hawa nafsu tidak lain merupakan rahsaning karep atau rasanya keinginan.
Sarat utama kita bertemu dengan Guru Sejati kita adalah dengan laku prihatin;
yakni selalu mengolah rahsa, mesu budi,
maladihening, mengolah batin
dengan cara membersihkan hati dari hawa nafsu, dan menjaga kesucian jiwa dan raga.
Sebab orang yang dapat bertemu langsung dengan Guru Sejati nya sendiri,
hanyalah orang-orang yang terpilih dan pinilih.
.
MENGOLAH GURU SEJATI
Guru Sejati yakni rahsa sejati;
meretas ke dalam sukma sejati, atau sukma suci,
kira-kira sepadan dengan makna roh kudus
(ruhul kudus/ruh al quds).
Kita mendayagunakan Guru Sejati kita dengan
cara mengarahkan kekuatan metafisik
sedulur papat (dalam lingkup mikrokosmos)
untuk selalu waspada dan jangan sampai tunduk oleh hawa nafsu.
Bersamaan menyatukan kekuatan mikrokosmos dengan kekuatan makrokosmos yakni
papat keblat alam semesta yang berupa energi alam dari empat arah mata angin, lantas melebur ke dalam kekuatan pancer yang bersifat transenden (Tuhan Yang Mahakuasa).
Setiap orang bisa bertemu Guru Sejatinya,
dengan syarat
kita dapat menguasai hawa nafsu negatif;
nafsu lauwamah
(nafsu serakah; makan, minum, kebutuhan ragawi),
amarah
(nafsu angkara murka),
supiyah
(mengejar kenikmatan duniawi)
dan
mengapai nafsu positif dalam sukma sejati
(al mutmainah).
Sehingga jasad dan nafs/hawa nafsu lah
yang harus mengikuti kehendak sukma sejati
untuk menyamakan frekuensinya
dengan gelombang
Yang Maha Suci.
Sukma menjadi suci
tatkala sukma kita sesuai dengan karakter dan
sifat hakekat gelombang Dzat Yang Maha Suci,
yang telah meretas ke dalam sifat hakekat
Guru Sejati.
Yakni
sifat-sifat Sang Khaliq
yang (minimal) meliputi 20 sifat.
Peleburan ini dalam terminologi Jawa disebut manunggaling kawula-Gusti.
Tradisi Jawa mengajarkan tatacara membangun sukma sejati dengan cara
‘manunggaling kawula Gusti’ atau
penyatuan/penyamaan sifat hakikat makhluk dengan Sang Pencipta (wahdatul wujud). Sebagaimana makna warangka manjing curiga; manusia masuk kedalam diri “Tuhan”,
ibarat Arya Sena masuk kedalam tubuh Dewaruci. Atau sebaliknya,
Tuhan menitis ke dalam diri manusia;
curigo manjing warongko,
laksana Dewa Wishnu menitis
ke dalam diri Prabu Kreshna.
Sebagai upaya
manunggaling kawula gusti,
segenap upaya awal dapat dilakukan seperti melalui ritual
mesu budi,
maladihening,
tarak brata,
tapa brata,
puja brata,
bangun di dalam tidur,
sembahyang di dalam bekerja.
Tujuannya agar supaya mencapai tataran hakekat yakni dengan meninggalkan nafsul lauwamah,
amarah, supiyah, dan menggapai
nafsul mutmainah.
Kejawen mengajarkan bahwa sepanjang hidup manusia hendaknya laksana berada dalam
“bulan suci Ramadhan”.
Artinya, semangat dan kegigihan melakukan kebaikan, membelenggu setan (hawa nafsu)
hendaknya dilakukan sepanjang hidupnya,
jangan hanya sebulan dalam setahun.
Selesai puasa lantas lepas kendali lagi. Pencapaian hidup manusia
pada tataran tarekat dan hakikat
secara intensif akan mendapat hadiah
berupa kesucian ilmu makrifat.
Suatu saat nanti,
jika Tuhan telah menetapkan kehendakNya,
manusia dapat ‘menyelam’ ke dalam tataran tertinggi yakni makna kodratullah.
Yakni substansi dari manunggaling kawula gusti sebagai ajaran paling mendasar dalam
ilmu Kejawen
khususnya dalam anasir ajaran Syeh Siti Jenar. Manunggling Kawula Gusti =
bersatunya Dzat Pencipta ke dalam diri mahluk.
Pancaran Dzat telah bersemayan menerangi ke dalam Guru Sejati, sukma sejati.
Amalan ini juga disebut BEGALAN GEDE,
sebab saat akan pulang ke Rahmatullah,
yang dinamakan “Makdum Sarpin”
atau banyak disebut
sedulur/saudara manusia tidak mau ketinggalan.
Harus ikut pulang ke alam kelanggengan juga. Sehingga dengan mengamalkan ini
maka jalan kematian akan mudah dan
kehidupan setelah alam kematian
akan semakin terang.
Amalan ini oleh sebab itu juga untuk menjawab
apa dan bagaimana sebenarnya rupa guru sejati atau RUH kita sendiri.
Manfaat lain amalan ini:
APA SAJA YANG KITA INGINKAN
AKAN TERKABUL.
Misalnya,
kita ingin menghilang.
Atau kita bisa mecah raga seperti dasamuka
yang memiliki banyak badan wadag dalam waktu yang bersamaan.
Lakunya puasa mutih tujuh hari,
(berbuka dengan hanya memakan nasi putih
dan air putih),
selanjutnya pati geni
(tidak menyalakan api dan tidak melihat api,
kita bertapa di dalam kamar atau gua yang gelap) dan tidak tidur semalaman.
Mantra dibaca
saat sore hari dan saat pagi hari.
Mantranya sebagai berikut:
Bissmillahir Rahmanir Rahim
Sang Guru Putih
Nu Herang
Nu Lenggang
Muga Katona Sang Rupa Maya Putih.
Kun Dzat Kun Aja
Ngalingi Ing Dzat,
Suksma Tapa
Sajroning Wewayangan,
Rahsa Suksma
Angemban Wewayangan,
Sira Metuwa Ingsun
Arep Weruh Sejatining Urip.
Ini mantra
untuk mengeluarkan
guru sejati (ruh)
yang merupakan bayangan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar