[30/11 19:39] aji rasha: Tiada Sesuatu Pun
Yang Tak Bertujuan
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa
tiada sesuatu pun yang
Dia ciptakan dengan batil dan sia-sia.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّـهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَـٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Mereka yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka. –
Q.S. Ali-Imran [3]: 191
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ
Dan Kami tidak menciptakan lelangit dan bumi dan apa-apa yang ada di
antara keduanya dengan bermain-main. –
Q.S. Ad-Dukhaan [44]: 38
Nah.
Tiada sesuatu pun yang Allah ciptakan dengan keliru, salah, atau tanpa tujuan.
Allah tidak mencipta dengan coba-coba, tanpa sengaja, atau sekadar mengisi waktu. Tidak.
Dia tidak seperti kita,
yang mempermainkan
seekor semut ke dalam penderitaan dan masalah hanya karena kita ingin dan bisa melakukannya.
Tidak demikian.
Segala sesuatu,
Dia ciptakan dengan tujuan maupun fungsi tertentu.
Ia menciptakan semuanya secara individual,
satu demi satu.
Dia yang Maha Pencipta tidak menciptakan dengan generik dan umum seperti barang pabrik produksi massal.
Ia menciptakan
dengan presisi,
terancang dan terukur,
satu per satu—masing-masing demi
sebuah tujuan atau
fungsi khusus tertentu
untuk menampakkan sesuatu tentang diri-Nya.
Untuk menjadi perpanjangan sifat-sifat-Nya.
Apalagi, ketika
Dia menciptakan manusia: objek sentral dari semua tujuan penciptaan-Nya.
Untuk apa hidup
Sang Maha Pencipta menciptakan dengan presisi, terancang dan terukur,
satu per satu—masing-masing demi
sebuah tujuan atau
fungsi khusus tertentu untuk menampakkan sesuatu tentang diri-Nya, perpanjangan sifat-sifat-Nya
[30/11 19:47] aji rasha: Tujuan Penciptaan Insan
Pada manusia—kita—
Dia telah merancangnya dengan amat sangat terukur, penuh perhitungan:
di masa apa ia akan lahir, kapan ia akan wafat,
dari pasangan orangtua
yang mana,
sebagai bangsa apa, bagaimana bentuk fisiknya, apa saja kekuatannya,
apa kelemahan-
kelemahannya,
apa yang ia sukai dan
apa yang tidak ia sukai.
Ini semua Dia rancang dan Dia tetapkan.
Semua kombinasi kadar-kadar ini dikumpulkan dalam setiap diri kita, manusia.
Dan tidak ada satu pun
dari kita yang memiliki kadar-kadar yang sama, bahkan bagi sepasang
anak kembar sekalipun.
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut kadar (ukuran). –
Q.S. Al-Qamar [54]: 49
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّـهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّـهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّـهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Dan memberinya rezeki
dari arah yang tiada disangka-sangka.
Dan barangsiapa yang tawakal kepada Allah, sungguh Dia akan mencukupinya.
Sungguh, Allah
pasti menyelesaikan amr (urusan)-Nya.
Sungguh, Allah
telah menetapkan atas segala sesuatu kadar-kadar. – Q.S. Ath-Thalaaq [65]: 3
Untuk apa semua kadar-kadar pada diri kita itu?
Kita didesain dengan semua kombinasi itu—
unggul dan mudah di hal-hal tertentu
namun lemah dan kalah
di hal yang lain;
suka hal tertentu dan
tidak suka hal lainnya—adalah agar kita masing-masing cenderung untuk mengarah ke hal-hal tertentu dan
mudah dalam melakukan tugas-tugas yang terkait dengan itu.
Artinya, agar setiap kita
bisa mencermati
“bakat langit” ini
dengan sangat saksama,
dan mulai mengarah
ke peran-peran tertentu atau fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan kita masing-masing.
Kita mungkin saja tidak bisa melukis dengan baik,
namun sangat mudah dalam mengerjakan matematika. Atau, sejak kecil tidak mudah untuk memahami konsep-konsep sains
(meski sudah belajar keras dan mengikuti les sepulang sekolah),
namun ternyata
sangat mudah dalam mengerti rincian bahan-bahan penyusun
di balik rasa setiap makanan yang sampai ke lidah. Mungkin tidak berbakat
di bidang fisik maupun olahraga,
tapi di sisi lain ia sangat brilian dalam meyakinkan orang lain.
Ini semua bagian dari kadar-kadar diri itu:
bahwa masing-masing kita sebenarnya akan sulit untuk menjadi yang terbaik dalam bidang-bidang tertentu, namun di sisi lain,
akan sangat mudah bagi kita untuk melakukan hal-hal tertentu lainnya dengan sangat baik—
yang tidak semua orang
bisa melakukannya. Berusaha memahami
natur diri ini adalah
upaya paling awal
untuk memahami sebuah pengetahuan diri tentang
misi hidup.
…(Ya Rasulullah) apakah gunanya amal orang-orang yang beramal?”
Beliau SAW menjawab, “Tiap-tiap diri bekerja
sesuai dengan untuk apa
dia diciptakan, atau
menurut apa yang dimudahkan kepadanya. – H.R. Bukhari no. 1777
Sejak awal sekali,
Allah telah mempersiapkan natur kita demi
sebuah fungsi.
Kita dipersiapkan
untuk mudah melakukan bidang-bidang tertentu.
Kita diberi-Nya
semangat tinggi,
kemampuan dan
kemudahan, dalam bidang-bidang tertentu.
[30/11 19:52] aji rasha: Kelak, dengan semakin terbukanya qalb kita
dan semakin tertuntun pula oleh petunjuk-petunjuk-Nya, Dia akan membuka pada kita sebuah amanah ilahiah,
yang dahulu kala,
sebelum alam semesta diciptakan-Nya,
telah Dia sematkan
ke dalam dada jiwa kita masing-masing.
Ada sebuah amanah,
sebuah misi,
yang harus kita temukan dan tunaikan di masa hidup kita.
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya telah Kami tawarkan Al-Amanah
kepada seluruh langit,
bumi, dan
gunung-gunung,
namun mereka enggan
untuk memikulnya
karena takut
(untuk memikulnya).
Dan dipikullah (amanah) itu oleh Al-Insan.
Sungguh ia (insan) adalah zalim dan bodoh. –
Q.S. Al-Ahzab [33]: 72
Amanah ilahiah ini,
yang merupakan manifestasi dari kadar-kadar diri kita, secara awam disebut juga “kodrat diri” atau
Qudrah Allah atas diri kita. Kata “kodrat” atau “qudrah” berasal dari bahasa arab “qudrah”, yang berarti “kuasa”.
Dengan menemukan
qudrah diri kita, artinya
kita berhasil membuka Qudrah Ilahi,
kuasa Allah,
yang pernah dia letakkan dalam diri kita.
Dengan kata lain,
ketika itu kita diberi-Nya kuasa untuk menjalankan amanah sebagai wakil-Nya
di muka bumi ini,
untuk mengabdi (ya’bud) kepada-Nya secara hakiki sebagai khalifah,
untuk memakmurkan
alam semesta sesuai
kadar diri dan
qudrah diri kita masing-masing.
Amanah
Ada sebuah amanah,
sebuah misi,
yang harus kita temukan dan tunaikan di masa hidup kita: sebuah amanah ilahiah,
yang dahulu kala,
sebelum alam semesta diciptakan-Nya,
telah Dia sematkan
ke dalam dada jiwa kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar