Rabu, 01 Desember 2021

Tiada Sesuatu Pun Yang Tak BertujuanAllah menegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa tiada sesuatu pun yang Dia ciptakan dengan batil dan sia-sia.

[30/11 19:39] aji rasha: Tiada Sesuatu Pun 
Yang Tak Bertujuan
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa 
tiada sesuatu pun yang 
Dia ciptakan dengan batil dan sia-sia.

الَّذِينَ يَذْكُرُ‌ونَ اللَّـهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُ‌ونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضِ رَ‌بَّنَا مَا خَلَقْتَ هَـٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ‌

Mereka yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): 
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, 
Maha Suci Engkau, 
maka peliharalah kami dari siksa neraka. – 
Q.S. Ali-Imran [3]: 191

 

 

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ

Dan Kami tidak menciptakan lelangit dan bumi dan apa-apa yang ada di 
antara keduanya dengan bermain-main. – 
Q.S. Ad-Dukhaan [44]: 38

Nah. 
Tiada sesuatu pun yang Allah ciptakan dengan keliru, salah, atau tanpa tujuan. 
Allah tidak mencipta dengan coba-coba, tanpa sengaja, atau sekadar mengisi waktu. Tidak. 
Dia tidak seperti kita, 
yang mempermainkan 
seekor semut ke dalam penderitaan dan masalah hanya karena kita ingin dan bisa melakukannya. 
Tidak demikian.

Segala sesuatu, 
Dia ciptakan dengan tujuan maupun fungsi tertentu. 
Ia menciptakan semuanya secara individual, 
satu demi satu. 
Dia yang Maha Pencipta tidak menciptakan dengan generik dan umum seperti barang pabrik produksi massal. 
Ia menciptakan 
dengan presisi, 
terancang dan terukur, 
satu per satu—masing-masing demi 
sebuah tujuan atau 
fungsi khusus tertentu 
untuk menampakkan sesuatu tentang diri-Nya. 
Untuk menjadi perpanjangan sifat-sifat-Nya. 
Apalagi, ketika 
Dia menciptakan manusia: objek sentral dari semua tujuan penciptaan-Nya.

Untuk apa hidup
Sang Maha Pencipta menciptakan dengan presisi, terancang dan terukur, 
satu per satu—masing-masing demi 
sebuah tujuan atau 
fungsi khusus tertentu untuk menampakkan sesuatu tentang diri-Nya, perpanjangan sifat-sifat-Nya
[30/11 19:47] aji rasha: Tujuan Penciptaan Insan
Pada manusia—kita—
Dia telah merancangnya dengan amat sangat terukur, penuh perhitungan: 
di masa apa ia akan lahir, kapan ia akan wafat, 
dari pasangan orangtua 
yang mana, 
sebagai bangsa apa, bagaimana bentuk fisiknya, apa saja kekuatannya, 
apa kelemahan-
kelemahannya, 
apa yang ia sukai dan 
apa yang tidak ia sukai. 
Ini semua Dia rancang dan Dia tetapkan. 
Semua kombinasi kadar-kadar ini dikumpulkan dalam setiap diri kita, manusia. 
Dan tidak ada satu pun 
dari kita yang memiliki kadar-kadar yang sama, bahkan bagi sepasang 
anak kembar sekalipun.

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ‌

Sesungguhnya 
Kami menciptakan segala sesuatu menurut kadar (ukuran). – 
Q.S. Al-Qamar [54]: 49

 

 

وَيَرْ‌زُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّـهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّـهَ بَالِغُ أَمْرِ‌هِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّـهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرً‌ا

Dan memberinya rezeki 
dari arah yang tiada disangka-sangka. 
Dan barangsiapa yang tawakal kepada Allah, sungguh Dia akan mencukupinya. 
Sungguh, Allah 
pasti menyelesaikan amr (urusan)-Nya. 
Sungguh, Allah 
telah menetapkan atas segala sesuatu kadar-kadar. – Q.S. Ath-Thalaaq [65]: 3

Untuk apa semua kadar-kadar pada diri kita itu? 
Kita didesain dengan semua kombinasi itu—
unggul dan mudah di hal-hal tertentu 
namun lemah dan kalah 
di hal yang lain; 
suka hal tertentu dan 
tidak suka hal lainnya—adalah agar kita masing-masing cenderung untuk mengarah ke hal-hal tertentu dan 
mudah dalam melakukan tugas-tugas yang terkait dengan itu. 
Artinya, agar setiap kita 
bisa mencermati 
“bakat langit” ini 
dengan sangat saksama, 
dan mulai mengarah 
ke peran-peran tertentu atau fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan kita masing-masing.

Kita mungkin saja tidak bisa melukis dengan baik, 
namun sangat mudah dalam mengerjakan matematika. Atau, sejak kecil tidak mudah untuk memahami konsep-konsep sains 
(meski sudah belajar keras dan mengikuti les sepulang sekolah), 
namun ternyata 
sangat mudah dalam mengerti rincian bahan-bahan penyusun 
di balik rasa setiap makanan yang sampai ke lidah. Mungkin tidak berbakat 
di bidang fisik maupun olahraga, 
tapi di sisi lain ia sangat brilian dalam meyakinkan orang lain. 
Ini semua bagian dari kadar-kadar diri itu: 
bahwa masing-masing kita sebenarnya akan sulit untuk menjadi yang terbaik dalam bidang-bidang tertentu, namun di sisi lain, 
akan sangat mudah bagi kita untuk melakukan hal-hal tertentu lainnya dengan sangat baik—
yang tidak semua orang 
bisa melakukannya. Berusaha memahami 
natur diri ini adalah 
upaya paling awal 
untuk memahami sebuah pengetahuan diri tentang 
misi hidup.

…(Ya Rasulullah) apakah gunanya amal orang-orang yang beramal?” 
Beliau SAW menjawab, “Tiap-tiap diri bekerja 
sesuai dengan untuk apa 
dia diciptakan, atau 
menurut apa yang dimudahkan kepadanya. – H.R. Bukhari no. 1777

Sejak awal sekali, 
Allah telah mempersiapkan natur kita demi 
sebuah fungsi. 
Kita dipersiapkan 
untuk mudah melakukan bidang-bidang tertentu. 
Kita diberi-Nya 
semangat tinggi, 
kemampuan dan 
kemudahan, dalam bidang-bidang tertentu.
[30/11 19:52] aji rasha: Kelak, dengan semakin terbukanya qalb kita 
dan semakin tertuntun pula oleh petunjuk-petunjuk-Nya, Dia akan membuka pada kita sebuah amanah ilahiah, 
yang dahulu kala, 
sebelum alam semesta diciptakan-Nya, 
telah Dia sematkan 
ke dalam dada jiwa kita masing-masing. 
Ada sebuah amanah, 
sebuah misi, 
yang harus kita temukan dan tunaikan di masa hidup kita.

إِنَّا عَرَ‌ضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Sesungguhnya telah Kami tawarkan Al-Amanah 
kepada seluruh langit, 
bumi, dan 
gunung-gunung, 
namun mereka enggan 
untuk memikulnya 
karena takut 
(untuk memikulnya). 
Dan dipikullah (amanah) itu oleh Al-Insan. 
Sungguh ia (insan) adalah zalim dan bodoh. – 
Q.S. Al-Ahzab [33]: 72

Amanah ilahiah ini, 
yang merupakan manifestasi dari kadar-kadar diri kita, secara awam disebut juga “kodrat diri” atau 
Qudrah Allah atas diri kita. Kata “kodrat” atau “qudrah” berasal dari bahasa arab “qudrah”, yang berarti “kuasa”. 

Dengan menemukan 
qudrah diri kita, artinya 
kita berhasil membuka Qudrah Ilahi, 
kuasa Allah, 
yang pernah dia letakkan dalam diri kita. 
Dengan kata lain, 
ketika itu kita diberi-Nya kuasa untuk menjalankan amanah sebagai wakil-Nya 
di muka bumi ini, 
untuk mengabdi (ya’bud) kepada-Nya secara hakiki sebagai khalifah, 
untuk memakmurkan 
alam semesta sesuai 
kadar diri dan 
qudrah diri kita masing-masing.

Amanah
Ada sebuah amanah, 
sebuah misi, 
yang harus kita temukan dan tunaikan di masa hidup kita: sebuah amanah ilahiah, 
yang dahulu kala, 
sebelum alam semesta diciptakan-Nya, 
telah Dia sematkan 
ke dalam dada jiwa kita masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar