Rabu, 01 Desember 2021

Al-Muflihun, Khalifah Allah, Shirath al-Mustaqim dan Taqwa

Al-Muflihun, 
Khalifah Allah, 
Shirath al-Mustaqim dan Taqwa


Siapakah orang-orang yang beruntung (Al-Muflihun) itu? 

Dari sudut pandang Allah, orang-orang yang beruntung adalah mereka yang senantiasa dituntun dan ditunjuki oleh Allah 
setiap saat. 
Continuously. 

Apakah ia memohon 
atau tidak, 
Allah akan tetap menuntun dan menunjukinya. 
Allah menuntunnya 
setiap saat.

أُولَـٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّ‌بِّهِمْ ۖ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk 
dari Tuhan mereka. 
Dan merekalah Al-Muflihun (orang-orang yg beruntung).  
Q.S. Al-Baqarah [2]: 5

Untuk apa 
ditunjuki Allah setiap saat? Untuk menjalankan perannya, dengan melaksanakan sebuah pengabdian 
pada Allah Ta’ala. 
Itulah tujuan besar penciptaan insan: 
untuk melaksanakan 
suatu peran 
sebagai pengabdian 
kepada Allah. 
Ia melakukannya dengan melaksanakan petunjuk-petunjuk 
yang senantiasa dia terima melalui qalb masing-masing.

Untuk apa insan 
harus menerima petunjuk Allah? 
Agar ia bisa berperan 
sebagai Khalifah Allah.

وَإِذْ قَالَ رَ‌بُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْ‌ضِ خَلِيفَةً ۖ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada 
para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku 
hendak menjadikan 
seorang khalifah 
di muka bumi.' – 
Q.S. Al-Baqarah [2]: 30

 

هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ فِي الْأَرْ‌ضِ ۚ

Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah 
di muka bumi. – 
Q.S. Faathir [35]: 39

Asal kata “khalifah” 
dalam bahasa Arab bermakna 
“seseorang 
yang menggantikan peran”, atau 
“seseorang yg menjalankan kekuasaan atas nama penguasa lain”—
bukan semata-mata “penguasa”.

Insan yang telah mampu menerima petunjuk inilah yang harus berperan 
sebagai khalifah Allah. 
Ia bertindak sebagai seorang pelaksana mandat, 
wakil Allah, 
dalam memakmurkan 
alam semesta masing-masing, dan melaksanakan tugas-tugasnya 
berdasarkan tuntunan dan bimbingan Allah setiap saat.

Seorang khalifah Allah 
bukan semata-mata 
seorang insan yang mengambil peran tersebut sesuai keinginannya, 
menurut pilihan orang lain atau menurut tingkat pendidikannya. 

Sebagai wakil atau pemegang mandat 
Allah Ta’ala, 
tentu saja ia harus dalam kapasitas yang mampu mewakili Allah Ta’ala 
di alam fisik ini. 
Semakin ia mewakili Allah, maka semakin mirip sifat-sifatnya dengan 
Allah Ta’ala, 
dan semakin tinggi pula 
ia dalam peran ke-khalifah-annya itu. 
Ia “dicelupkan” ke dalam sifat-sifat Allah 
sehingga sepenuhnya terwarnai dengan sifat-sifat-Nya. 
Itulah keadaan seorang hamba Allah atau abdi Allah—Abdullah—
sebelum melaksanakan pengabdiannya yang hakiki kepada Allah. 
Untuk pengabdian 
dengan kondisi seperti inilah sesungguhnya kita diciptakan-Nya.

صِبْغَةَ اللَّـهِ ۖ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّـهِ صِبْغَةً ۖ وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ

Shibghah Allah 
(celupan Allah)! 
Dan siapakah yang lebih baik shibghah (celupan)-nya daripada Allah? 
Dan hanya kepada-Nya-lah kami mengabdi. – 
Q.S. Al-Baqarah [2]: 138

Tidak ada komentar:

Posting Komentar