Rabu, 01 Desember 2021

[1/12 17:02] aji rasha: Zuhud

[1/12 17:02] aji rasha: 

Zuhud 
Bukanlah 
Meninggalkan Dunia


Zuhud secara bahasa memang berarti 
"berpaling dari sesuatu" 
dan merupakan salah satu ajaran Rasulullah SAW seperti termaktub dalam sebuah hadits, 
"Zuhud-lah pada dunia, 
Allah akan mencintaimu. Zuhud-lah pada apa yang ada di sisi manusia, 
manusia pun akan mencintaimu." 
(H.R. Ibnu Majah)

Tentu dimensi zuhud ini bukanlah sesuatu yang mengada-ada karena berpijak pada sebuah pedoman dasar seperti yang terungkap di begitu banyak ayat di dalam Al-Qur’an bahwa "Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." 
(Q.S. Al-Mu’min [40]: 39) 

dan Allah memberi pahala yang besar kepada "orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat" 
(Q.S. An-Nissa [4]: 74) 
dalam arti: 
mereka yang lebih mementingkan 
kehidupan akhirat dibandingkan 
kehidupan dunia. 
Inilah prinsip dasar dari ajaran tentang zuhud.

Namun, 
zuhud telah sering disalahartikan sebagai 
corak kehidupan yang meninggalkan aspek-aspek duniawi 
dan mengesampingkan urusan-urusan dunia. 

Pemahaman ini tentu saja kurang tepat. 
Bagaimana mungkin seorang salik yang ber-zuhud meninggalkan urusan-urusan dunianya 
sementara ladang amal terbaik telah Allah sebarkan justru melalui kepayahan hidup di dunia?

Bagaimana mungkin 
seorang suami atau bapak melalaikan tugas kerumahtanggaannya sementara Allah 
telah berfirman 
"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. 
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya." 
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 233)?

Bagaimana mungkin 
seorang salik menjalani hidup keruhanian dan meremehkan kehidupan pernikahan yang—seperti dijelaskan oleh 
Rasulullah SAW—
justru merupakan 
"separuh dari agama"?

Tentu, dalam mengarungi jalan pertaubatannya, seorang salik musti waspada terhadap berbagai hal 
yang dapat melenakan dan melalaikannya dari mengingat Allah. 
Di satu sisi, 
Allah telah 
"menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah 
di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya." 
(Q.S. Al-Mulk [67]: 15), 

namun di sisi lain 
Allah juga mewanti-wanti para hamba-Nya tentang "...kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu" 
(Q.S. Al-Hadiid [57]: 20) 

dan 
"kesenangan yang memperdayakan" 
(Q.S. Al-Imran [3]: 185).

Maka tentulah 
pokok permasalahannya 
di sini adalah 
bagaimana membuat sikap yang tepat terhadap kehidupan dunia, 
bagaimana mengambil "jarak" yang pas terhadap apa yang dijalaninya ini—
yang tidak "anti-dunia" 
namun tidak juga tenggelam di dalamnya. 
Bagaimana meletakkan dunia di tempat yang semestinya. Di sinilah, 
ikhtiar dalam zuhud 
yang sebenarnya.

Zuhud tidaklah dicapai dengan pergi ke gunung dan gua-gua demi menghindari masyarakat manusia dan meninggalkan pernik-pernik duniawi. 

Zuhud adalah tidak mengisi hati/qalb-nya 
dengan kecintaan terhadap dunia. 

Zuhud adalah 
sebuah sikap hidup 
yang mengedepankan kehidupan akhirat 
sebagai tujuan yang jauh lebih hakiki dari 
kehidupan dunia yang sementara.
[1/12 17:05] aji rasha: Ber-zuhud adalah 
memahami bahwasanya dunia hanyalah sebuah jembatan yang musti dilalui, sehingga tidak pada tempatnya bila membangun rumah-rumah kecintaan dunia di atas jembatan itu. Benarlah ungkapan Rasulullah SAW 
di dalam sebuah hadits, "Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir" 
(H.R. Bukhari). 

Bukankah seorang musafir menganggap kota persinggahannya 
sekadar sebagai tempat sementara, dan 
ia senantiasa dalam sebuah safar (perjalanan), 
demi menempuh suatu jarak dari dunia ini yang mendekatkannya ke negeri akhirat?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُ‌وا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْ‌ضِ ۚ أَرَ‌ضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَ‌ةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَ‌ةِ إِلَّا قَلِيلٌ

Hai orang-orang 
yang beriman, 
apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah di jalan Allah" kamu merasa berat 
dan ingin tinggal di tempatmu? 
Apakah kamu puas 
dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan 
di akhirat? 
Padahal kenikmatan hidup 
di dunia ini 
(dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. – 
Q.S. At-Taubah [9]: 38
[1/12 17:15] aji rasha: Senantiasa Menghadapkan Dirinya kepada Allah
Oleh karena itu, 
menjadi Muslim 
yang paripurna bagi seorang salik adalah 
berjihad memperoleh 
"inti sari" dari 
ladang-ladang amal di dunia untuk mempersembahkan yang terbaik bagi 
kehidupan di akhirat. 
Ia berjuang membanting tulang mencari nafkah—bukan demi karir atau kedudukannya 
di mata manusia—
melainkan karena itu adalah perintah Allah 
terhadap keluarganya. 
Jika ia menjadi pemimpin, 
ia pun akan memimpin rakyatnya atau orang-orang yang dipimpinnya dengan rasa welas asih, 
keadilan, 
hikmah dan rasa takut akan Hari Pengadilan Akhir—
bukan agar nantinya dikenang sebagai pemimpin yang berhasil atau 
yang dicintai rakyatnya—
tapi semata karena itulah perintah Allah 
kepada setiap pemimpin.

Keridhaan Allah inilah 
yang akan senantiasa menjadi tema sentral bagi kehidupan seorang salik—
di mana pun ia berada: 
di kantor atau 
di masjid, 
ketika bekerja maupun dalam waktu ibadah, 
di kala berdiri maupun 
di saat sujud. 
Kesenangan hidup 
akan membuat hati 
seorang Muslim dipenuhi rasa syukur kepada-Nya sekaligus harapan akan perlindungan-Nya 
atas kesombongan dan ketidak pedulian 
terhadap sesama yang 
dapat menjerumuskannya 
ke limbah nista.

Sementara kesulitan dan ujian kehidupan tidak akan membangkitkan keluh kesah karena ia tahu 
Sang Pemilik Hidup 
telah merancang "kurikulum" kehidupan dan 
jalan yang terbaik baginya, dan justru akan membuat hati seorang salik 
dipenuhi kekhusyuan 
rasa harap akan 
ampunan dan pertolongan-Nya.

 

Catatan Kaki:

1. Hadits yang dimaksud berbunyi sebagai berikut:

Dari Umar r.a.: 
Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW, 
suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan 
berambut sangat hitam, 
tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya.

Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi 
lalu menempelkan 
kedua lututnya kepada lutut Rasulullah SAW 
seraya berkata: 
"Ya Muhammad, 
beritahukan aku 
tentang Islam", 
maka bersabdalah 
Rasulullah SAW: 
"Islam adalah 
engkau bersaksi bahwa 
tidak ada ilah 
(tuhan yang disembah) selain Allah, 
dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, 
engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, 
puasa Ramadhan, dan 
pergi haji jika mampu", kemudian dia berkata: "Engkau benar." 

Kami semua heran, 
dia yang bertanya namun dia pula yang membenarkan.

Kemudian orang itu bertanya lagi: 
"Beritahukan aku tentang Iman". 
Lalu Beliau SAW bersabda: "Engkau beriman 
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan 
hari akhir dan 
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk", 
kemudian dia berkata: "Engkau benar."

Kemudian dia berkata lagi: "Beritahukan aku tentang Ihsan." 
Lalu Beliau SAW bersabda: "Ihsan adalah 
engkau beribadah 
kepada Allah 
seakan-akan engkau melihatnya, 
jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau."

Kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian Rasulullah SAW bertanya: 
"Tahukah engkau siapa 
yang bertanya?" 
Aku berkata: 
"Allah dan Rasul-Nya 
lebih mengetahui." Beliau SAW bersabda: 
"Dia adalah Jibril 
yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan Agama kalian“.

– H.R. Muslim

2. Dari sekian banyak rujukan para ulama, salah satunya bisa disebutkan yakni dari Ibnu Taymiyyah, 
seorang ulama fiqh yang terkenal, di buku 
Majmu'a Fatawa Ibn Taymiyya al-Kubra 
bab mengenai "At-Tasawwuf", dimana beliau menyebutkan bahwasanya, 
"(Tasawuf) ini adalah 
istilah yang diberikan kepada mereka yang mempelajari ilmu tentang penyucian diri (tazkiyyat an-nafs) dan Al-Ihsan."

Resume

Bagi seorang salikQudusiyah, seorang muslim sejati 
akan mencerminkan 
ketiga dimensi Ad-Diin secara utuh dalam kehidupannya, yaitu 
Islam (Syariat), 
Iman (Cahaya), dan 
Ihsan (Tasawuf, Syariat Batin).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar