Rabu, 01 Desember 2021

Muslim yang Paripurna

[1/12 16:48] aji rasha: 

Muslim yang Paripurna

Hai orang-orang 
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan) dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. – Q.S. Al-Baqarah [2]: 208

Bagi seorang salik 
Thariqah Qudusiyah, 
menjadi Muslim yang paripurna adalah 
memahami dan menjalankan Agama Islam secara kaffah, komprehensif, total, dan 
tidak setengah-setengah. 

Kaffah berarti menyeluruh, meliputi seluruh aspek dan dimensinya, yaitu 
tiga rukun Ad-Diin: 
Islam, Iman, dan Ihsan.

Ketiga rukun ini dijabarkan oleh Rasulullah SAW 
di dalam sebuah hadits(1) yang sangat populer dan memiliki makna yang begitu dalam. 
Di sana dijelaskan pokok-pokok Agama Islam yang berdiri di atas 
tiga pilar besar:

1. Aspek Islam, 

yakni syari’at dan 
amal perbuatan. 
Di dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW menjabarkan "Islam adalah 
engkau bersaksi bahwa 
tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, 
engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, 
puasa Ramadhan, dan 
pergi haji jika mampu." 

Oleh karena itu, 
memahami syari’at 
secara benar, lalu menegakkan dan menyempurnakannya, mengetahui apa yang dihalalkan dan yang diharamkan, 
memahami larangan dan perintah-Nya merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang salik 
di thariqah mana pun.

2. Aspek Iman, 

yakni terkait 
aqidah dan tauhid. 
Rasulullah SAW menjabarkan bahwa 
"Iman adalah 
engkau beriman kepada Allah, 
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan 
hari akhir dan 
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk."

Iman pada hakikatnya merupakan cahaya 
(Q.S. Az-Zumar [39]: 22), atau biasa juga disebut 
Nur Iman (Cahaya Iman).

أَفَمَن شَرَ‌حَ اللَّـهُ صَدْرَ‌هُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ‌ مِّن رَّ‌بِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ‌ اللَّـهِ ۚ أُولَـٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) 
agama Islam 
lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya 
(sama dengan orang yang membatu hatinya)? 
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka 
yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. – 
Q.S. Az-Zumar [39]: 22

Iman adalah cahaya 
yang memancar di hati 
(Q.S. Al Hujuraat [49]: 7, 14) pada orang-orang 
yang dikehendaki Allah 
(Q.S. Yunus [10]: 100). 

Jadi, meski kita mengatakan, "saya beriman!", 
namun bila Nur Iman itu 
tidak ada di hati kita, 
tidaklah bisa dikatakan 
kita beriman. 
seperti diungkapkan dalam firman-Nya,

قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَـٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَـٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ

Orang-orang Arab itu berkata: 'Kami telah beriman'. Katakanlah: 
'Kamu belum beriman, 
tapi katakanlah 
'kami telah ber-Islam (berserah diri/tunduk)', karena iman itu belum masuk ke dalam qalb-mu.' – 
(Q.S. Al-Hujuraat [49]: 14)

Oleh karena itu, 
Iman merupakan hak prerogatif Allah yang Dia sematkan ke dalam qalb seorang hamba.

Iman Cahaya

Iman adalah cahaya 
yang memancar di hati 
(Q.S. Al Hujuraat [49]: 7, 14) orang-orang yang dikehendaki Allah 
(Q.S. Yunus [10]: 100). 

Jadi, meski kita mengatakan, "Saya beriman!", 
namun bila Nur Iman itu 
tidak ada di hati kita, 
tidaklah bisa dikatakan 
kita beriman.
[1/12 16:54] aji rasha: 3. Aspek Ihsan, 

yakni tasawuf (2) 
atau yang terkait dengan akhlak karimah dan 
budi pekerti. 
Rasulullah SAW 
menjelaskan bahwa 
"Ihsan adalah 
engkau beribadah 
kepada Allah 
seakan-akan engkau melihat-Nya. 
Jika engkau tidak melihatnya, maka Dia melihat engkau."

Ihsan merupakan aspek yang sangat penting di dalam kerangka ajaran Agama Islam karena terkait dengan 
"rasa batin" 
seorang hamba, 
dalam menghadapkan setiap aspek kehidupannya kepada “wajah” Tuhannya. 

Aspek inilah yang menahan seorang salik untuk berpakaian ala kadarnya ketika menghadap Tuhannya di waktu shalat 
(meskipun pakaian tersebut adalah sah secara syari’at) karena menyadari kepada siapa ia menghadap.

Aspek ini pulalah yang menghiasi istighfar berulang-ulang di malam hari dengan penuh rasa sesal dan harap kepada Tuhannya. 

Aspek ini juga yang menjadikan seorang salik bersungguh-sungguh mempersembahkan amal yang terbaik—
karena di sinilah sang salik dalam setiap degup jantungnya 
senantiasa menyelaraskan langkah-langkah kehidupannya 
dengan kehendak Allah lantaran 
"seakan-akan engkau melihat-Nya."

Ketiga aspek tersebut merupakan fondasi dasar, yakni pilar-pilar utama 
dari apa yang disebut sebagai pemahaman dan pengamalan Agama Islam yang menyeluruh. 

Oleh karena itu, 
tidaklah menjadi Muslim yang paripurna bila 
seorang salik mengesampingkan 
salah satu dari ketiga pilar itu.

Tidak mungkin seorang salik memasuki Islam 
secara paripurna bila ia hanya ber-tasawuf saja (Aspek Ihsan) tanpa mengerjakan syariat-syariat (Aspek Islam) 
sesuai apa yang telah diajarkan Rasulullah SAW. 

Di sisi lain, tidak jugalah sempurna seorang Muslim ber-Islam secara paripurna bila hanya berpijak di atas Syari’at saja tanpa adanya Cahaya Iman dan pemahaman Aspek-Aspek Ihsan dalam kehidupannya.

Oleh karena itu, 
ketiga dimensi tersebut, yakni: 
beriman, 
mengerjakan syariat, dan berakhlak karimah serta berbudi pekerti luhur (tasawuf) 
tidak dapat dipisah-pisahkan dalam upaya menjalani keberislaman 
secara penuh, 
menyeluruh, 
kaffah.

Aspek Ihsan 

adalah satu aspek 
yang akhir-akhir ini kerap dikesampingkan di 
setiap pembahasan tentang Agama Islam dan 
banyak kalangan lebih menitik-beratkan pada terminologi "Iman-Islam", padahal "Ihsan" 
juga telah menjadi salah satu pilar besar yang 
tak terpisahkan dari ajaran Rasulullah SAW. 
Salah satu topik sentral dalam Aspek Ihsan 
yang kerap menjadi perdebatan di banyak kalangan adalah tentang zuhud.

Jamaah
Tidak mungkin seorang salik memasuki Islam 
secara paripurna 
bila ia hanya ber-tasawuf saja (Aspek Ihsan) tanpa mengerjakan syariat-syariat (Aspek Islam) sesuai apa yang telah diajarkan Rasulullah SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar