------
Part 3
------
Memimpin Panglipur
Pada tahun 1950, Abah Aleh secara resmi menyerahkan
tapuk pimpinan Panglipur kepada Ibu Enny, sebagai
pewaris yang diangggap mampu memimpin Panglipur, demi
perkembangan dan kemajuan Panglipur di masa yang akan
datang. Walaupun anggapannya masih mentah dalam
masalah persilatan, namun Ibu Enny berusaha sekuat
tenaga untuk memimpin panglipur bersama-sama dengan
para tokoh Panglipur yang lain.
"Ketika memperhatikan Abah Aleh sedang melatih pencak
silat, saya suka bertanya, kenapa jurus-jurus
Panglipur suka diberi nomor, dan semuanya tidak
dibeda-bedakan, alangkah baiknya setiap tingkatan
dibeda-bedakan," katanya memberi pertanyaan pada Abah
Aleh.
"Untuk ciri khas Panglipur, supaya ada keseragaman,"
katanya sambil tersenyum. "Buktinya terasa oleh saya,
ketika melatih 1600 pesilat untuk menyambut Konperensi
Asia Afrika tahun 1955. Dengan gerakan yang sudah
diseragamkan sehingga tidak sulit untuk melatihnya,"
tuturnya. Ibu Enny merasa kagum kepada Abah Aleh yang
bisa menyeragamkan gerakan yang begitu rumit dan
bermacam-macam.
Ada yang bertanya, "Apakah silat dari Abah Aleh
dibarengi dengan ilmu tenaga dalam? Saya menjawab
tidak, karena memang saya tidak belajar ilmu tenaga
dalam, paling juga saya suka tirakat. Saya pernah
mengalami dikurung di dalam kamar oleh Abah Aleh
selama tiga hari tiga malam, selama di dalam kamar itu
hanya disediakan sepiring kentang rebus dan segelas
air putih. Oleh karena itu, tidak heran apabila saya
makan hanya dua hari sekali atau tiga hari sekali."
"Pernah ada kejadian aneh waktu saya berumur 40 tahun
tiba-tiba gigi saya merasa linu dan seolah-olah terasa
menjadi panjang, kemudian diperiksa ke dokter katanya
tidak ada penyakit. Malam jumat ternyata gigi saya
rontok semua sehingga sampai sekarang gigi saya
menjadi ompong. Saya tidak mempunyai pikiran yang
bukan-bukan, atau mempunyai sangkaan negatip terhadap
orang lain, mungkin gigi saya rontok itu disebabkan
oleh penyakit," katanya.
Sejak berdirinya PPSI di Jawa Barat pada tahun 1957,
di bawah pimpinan Pangdam Siliwangi, Jendral Kosasih,
Ibu Enny berusaha sekuat tenaga mengembangkan seni
beladiri pencak silat. Namun dalam pelaksanaannya
tidak semudah apa yang kita bayangkan, sebab waktu itu
bantuan dari pemerintah maupun dari masyarakat belum
bisa diandalkan. Apalagi yang namanya pencak silat,
setiap orang banyak yang ingin memiliki kepandaian
ini, tapi sedikit sekali yang mau mengeluarkan uang
atau dana untuk itu. Walaupun demikian, Rd. Enny
Rukmini Sekarningrat dan kawan-kawan seperguruan
seperti Rd. H. Adang Mohammad Moesa (alm), Harun
(alm), Tarmedi (alm), Kol. H. MSTA. Jhonny (alm), M.
Umbit (alm), Bakri, Udi, dan yang lainnya berjuang
untuk melestarikan seni beladiri pencak silat,
khususnya Panglipur sebagai warisan Abah Aleh yang
sebelumnya telah berjuang tanpa pamrih. Dan terbukti
Panglipur telah diakui oleh pemerintah sebagai
organisasi yang terdaftar sebagai anggota PPSI maupun
IPSI.
Di kota Bandung saja waktu itu sudah ada lima cabang
panglipur, antara lain cabang Bandung Barat diketuai
oleh H. Basuni (alm), Pagarsih diketuai oleh Abah
Bakri (alm), Ciwidey diketuai oleh Lurah Prawira
(alm), Babakan Jati diketuai oleh H. Basuki (alm),
Lembang diketuai oleh Aki Tarmedi (alm), dan Buah Batu
diketuai oleh Bah Soma (alm), Kopo diketuai oleh Bah
Omi, Oyi, dan Bah Udi, serta banyak lagi tokoh-tokoh
yang lainnya. Cabang-cabang Panglipur di luar Bandung,
antara lain Majalengka, Talaga, Kuningan, Garut,
Cianjur. Semua cabang-cabang tersebut harus berada
dalam pengawasan Panglipur Pusat yang dipimpin
olehnya. Sampai detik ini Panglipur terus berkembang
dengan pesat, baik di dalam maupun di luar negeri.
Di samping sebagai seorang pimpinan Panglipur,
ternyata Rd. Enny Rukmini Sekarningrat, temasuk juga
sebagai seorang guru silat atau pelatih yang aktif, ia
pernah melatih anggota tentara Rindam VI Siliwangi,
Kompi Protokol Pimpinan Kapten. H. MSTA. Jhonny (alm,
terakhir berpangkat Kolonel), melatih anggota tentara
BDI II Siliwangi Pangalengan pimpinan Letkol.
Suryamin, melatih pemuda-pemuda putus sekolah, pernah
melatih di SMP, SMA, SPG dan Mahasiswa, serta
siswa-siswa Dodiklat Polri dan anak-anak CPM di
Cimahi, melatih orang-orang asing yang sengaja datang
untuk berguru di Panglipur. Bahkan pernah mendirikan
organisasi tukang becak yang diberi nama Himpunan
Pengendara Becak Indonesia (HPBI), kemudian tukang
Becak tersebut dikursuskan setir mobil sampai mereka,
menjadi sopir Bemo di Cicendo Bandung.
Disela-sela latihan ia sering diberi wejangan oleh
Abah Aleh, berupa amanat yang diberikan kepadanya
antara lain, "Eneng, boh dina hirup, boh dina penca,
teangan pikaresepeun batur, ulah neangan pikangewaeun
batur," saurna. ("Neng, dalam kehidupan sehari-hari,
maupun dalam penca, harus selalu mencari yang membuat
orang senang (menyenangkan orang lain) bukan
sebaliknya mencari sesuatu yang membuat orang tidak
suka atau tidak disukai oleh orang lain," katanya).
Sesuai dengan falsafah Panglipur yang merupakan
singkatan dari:
1. Pek Aranjeun Neangan Guru Luhung Ilmuna, Poma Ulah
Ria (Takabur).
Artinya dalam bahasa Indonesia : Silakan kalian
mencari guru yang tinggi ilmunya, tetapi jangan
sombong (takabur).
2. Pek Aranjeun Neangan Guru Luhung Ilmuna Pikeun
Udageun Rasa.
Artinya dalam bahasa Indonesia : Silakan kalian
mencari guru yang tinggi ilmunya untuk kejaran rasa.
(BERSAMBUNG) bag.3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar