Sabtu, 23 Oktober 2021

spritual tinggi

TANDA PENCAPAIAN SPIRITUALITAS TINGGI

Keberhasilan mengolah 
Guru Sejati, 
tatarannya akan dapat dicapai apabila kita sudah benar-benar 
‘lepas’ dari 
basyor atau 
raga/tubuh, 
yakni jiwa yang telah merdeka dari 
penjajahan jasad. 
Bukan berarti kita harus meninggalkan segala kegiatan dan aktivitas kehidupan duniawi, 
itu salah besar !! 
Sebaliknya, 
kehidupan duniawi menjadi modal atau bekal utama meraih kemuliaan baik di dunia maupun kelak setelah ajal tiba. 
Maka seluruh kegiatan dan aktivitas kehidupan duniawi sudah tidak dicemari oleh hawa nafsu. 
Kebaikan yang dilakukan tidak didasari 
“pamrih”; 
sekalipun dengan mengharapharap iming-iming pahala-surga, atau takut ancaman dosa-neraka. Melainkan 
kesadaran makrokosmos dan mikrokosmos 
akan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan, 
hendaklah memposisikan 
diri bukan sebagai seteru-Nya, 
tetapi sebagai “sekutu-Nya”, sepadan dan merasuk ke dalam gelombang Ilahiah. Kesadaran spiritual bahwa kemuliaan hidup kita 
apabila kita dapat bermanfaat untuk kebaikan bagi sesama tanpa membeda-bedakan masalah sara. 
Orang yang memiliki kesadaran demikian, 
hakekat kehendaknya merupakan kehendak Tuhan. Apa yang dikatakan menjadi terwujud, 
setiap doa akan terkabul. Ucapannya diumpamakan “idu geni” 
atau disebut sipahit lidah, yang diucapkan pasti terwujud. 
Kalimatnya menjadi 
“Sabda Pendita Ratu”, selalu menjadi kenyataan. 
Selain itu, 
tataran tinggi pencapaian “ilmu batin/spiritual” 
dapat ditandai apabila kita dapat menjumpai 
wujud “diri” kita sendiri, 
yang tidak lain adalah 
Guru Sejati kita. 
Lebih dari itu, kita dapat berdialog dengan Guru Sejati untuk mendengarkan nasehat-nasehatnya, 
petuah dan 
petunjuknya. 
Guru sejati berperan sebagai “mursyid” yang tidak akan pernah bicara omong kosong dan sesat, 
sebab Guru Sejati, 
sejatinya adalah 
pancaran dari gelombang Yang Maha Suci. 
Di sanalah, kita sudah dekat dengan relung 
’sastra jendra hayuning rat’ yakni ilmu linuwih, 
“ibu” dari dari segala macam ilmu, 
karena mata (batin) kita 
akan melihat apa-apa yang 
menjadi rahasia alam semesta, 
sekalipun tertutup oleh pandangan visual manusia maupun teknologi. Tanda-tanda pencapaian itu antara lain, 
kadang seseorang diizinkan Tuhan untuk mengetahui 
apa yang akan terjadi di masa mendatang, 
melalui vision, mimpi, maupun getaran hati nurani. Semua itu dapat merupakan petunjuk Tuhan. 
Maka tidak aneh apabila di masa silam nenek moyang kita, para leluhur bumi nusantara yang memperoleh kawaskitan, 
kemudian menuangkannya dalam berbagai karya sastra kuno berupa; suluk, serat, dan jangka atau ramalan (prediksi). 
Jangka atau prediksi diterima oleh budaya Jawa sebagai anugerah besar dari Tuhan, terkadang dianggap sebagai peringatan Tuhan, agar supaya manusia dapat mengkoreksi diri, hati-hati, selalu eling-waspadha dan melakukan langkah antisipasi. 
Peran Guru Sejati sudah jelas saya paparkan di awal pembahasan ini. 
Namun demikian perlu kami kemukakan betapa pentingnya Guru Sejati dalam kehidupan kita yang penuh ranjau ini. 
Perahu kehidupan kita berlabuh dalam samudra kehidupan yang penuh dengan marabahaya. 
Kita harus selalu 
eling dan waspadha, 
sebab setiap saat kemungkinan terburuk dapat menimpa siapa saja yang lengah. 
Guru Sejati akan selalu memberi peringatan kepada kita akan marabahaya yang mengancam diri kita. 
Guru Sejati akan mengarahkan kita agar terhindar dari malapetaka, dan bagaimana jalan keluar harus ditempuh. 
Karena Guru Sejati merupakan entitas zat atau energi kebaikan 
dari pancaran cahaya Illahi, maka Guru Sejati memiliki kewaskitaan luarbiasa. 
Guru Sejati sangat cermat mengidentifikasi masalah, dan memiliki ketepatan tinggi dalam mengambil keputusan dan jalan keluar. 
Biasanya Guru Sejati “bekerja” secara preventif antisipatif, membimbing kita agar supaya tidak melangkah menuju kepada hal hal yang akan berujung pada kesengsaraan, malapetaka, atau musibah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar