Friday, May 04, 2007 MATEMATIKA DALAM KALA SUNDA
Pikiran Rakyat, 2 Februari 2006
Foto:Blue Moon, www.icstars.com
Oleh ROZA RAHMADJASA MINTAREDJA
KANG Sobirin dalam ”PR” (9/1/2006) dengan penuh keyakinan atas hasil
pengamatannya menyatakan bahwa Kala Sunda dapat menjadi indikator untuk
mendeteksi gejala alam/lingkungan.
Padahal mungkin ribuan orang bahkan jutaan orang, tanpa ribut-ribut menjadi
pemakai penuh Kala Sunda. Tetapi setelah 5 abad baru satu orang saja (Kang
Sobirin, Anggota Pakar Lingkungan Hidup DPKLTS) yang berani dengan tegas
memproklamasikan fenomena Kala Sunda sebagai milestones, tonggak pertanda
zaman dengan segala perhitungan futuristik mengenai peradaban dunia kelak.
Mengapa?
Apakah banyak yang mengetahui dan menyadari bahwa, indung poe aboge (Sunda
Mataram taun alip rebo wage) telah berubah menjadi alapon (Sunda Mataram
taun alip salasa pon). Dalam Kala Sunda, alapon adalah ketukal (taun kebo
tumpek (Saptu) Kaliwon) .
Itulah sebabnya orang Sunda yang masih memakai indung poe aboge yang oleh
Abah Ali Sastramidjaya diberi istilah "Sunda Mataram" hanya sebagai user
atau pemakai belaka tanpa mengetahui asal usul dan dasar perhitungannya
menjadi "salah kaprah" tanpa ada "perubahan".
Di sini kita perlu mengetahui bahwasanya setiap 1 tunggul taun, (15 windu =
120 tahun) terjadi perubahan indung poe (Jw. khuruf). Tunggul taun ke-3 dina
(Sunda Mataram) indung poena adalah aboge (taun Alip Rebo Wage) berlaku dari
tahun 1866 s.d. 1982 masehi, hampir bersamaan dengan tunggul taun ke-16 di
Kala Sunda yang indung poena adalah keradnis (taun Kebo Radite/Minggu Manis)
berlaku dari tahun 1869 s.d. 1985 masehi.
Dengan demikian tunggul taun ke-17 dalam hitungan Kala Sunda indung poena
ketukal (taun Kebo Tumpek Sabtu/Kaliwon) berlaku dari tahun 1985 s.d. 2102
Masehi. Jadi pada taun 1942 caka (2006 Masehi), masuk dalam tunggul taun
ke-17 dengan indung poena adalah Tumpek (Saptu) Kaliwon. Nama taun pada
"Sunda Mataram" berbeda dengan nama taun pada Kala Sunda.
Pada "Sunda Mataram" taun ke-1. Alip 2. He 3. Jimawal Dst. Pada Kala Sunda
taun ke-1. Kebo 2. Monyet 3. Hurang dst, yang menggunakan istilah nama-nama
alam. Begitu juga dalam hal penentuan poe pasar (panca wara). Kalau misalnya
di Sunda Mataram jatuh pada Jumat Kaliwon di Kala Sunda jatuhnya di Jumat
Pahing dst. Penulis tidak menvonis atau menyalahkan "orang Sunda" yang masih
memakai indung poe aboge tersebut, karena "ketidak tahuan" terhadap
pergeseran tersebut. Kala Sunda telah menghilang kurang lebih 500 tahun yang
lalu. Artinya ketidaktahuan itu amatlah wajar.
Penting sekali diketahui jika para pengguna perhitungan yang masih memakai
hitungan berdasarkan indung poe aboge harus mengubah patokan indung poena,
kalau tidak mau mengalami kegagalan/meleset dalam perhitungannya.
Perhitungan astronomis/matematik Kala Sunda,tidak pernah ada yang
meng-"openi-nya kecuali Abah Ali Sastramidjaya. Bidang yang digeluti Abah
Ali adalah matematika, bukan sejarah, bukan seni, bukan sastra, bukan pula
antropologi. Bahkan bukan geologi, apalagi agama. Beliau baru dapat
berkomunikasi dengan para astronom yang mengeluti masalah pertanggalan atau
perkalenderan. Baru itu gayung bersambut! Sekali lagi ditegaskan, harus yang
berbasis ilmu matematika dan astronomis.
Terjadinya gerhana matahari, gerhana bulan dan lain-lainnya, yang akan
datang ataupun yang lalu bukan berbasis wangsit atau ramalan para dukun. Itu
semua berbasis matematika-astronomis. Itu semua dengan cara perhitungan.
Teori Big Bang (ledakan akbar) kini diterima oleh para ilmuwan setelah
mengalami perdebatan sengit selama berpuluh-puluh tahun. Einstein dan para
pakar astronomi lainnya dengan tegas menyatakan, bila proses perhitungan
meleset 0,0001 cm saja, akan mengakibatkan runtuhnya alam semesta/jagat raya
ini.
Ternyata proses mengembangnya alam semesta itu merupakan keteraturan yang
pasti, bukan hanya cerita alam mengembang. Itu semua dapat dihitung. Hanya
zat yang mahadahsyat yang mampu mengatur jagat raya ini. Kalau boleh saya
sebut sang "manajer jagat raya" itu Sang Mahatunggal, tidak mungkin dua
apalagi tiga. Dalam istilah agama, "Tuhan itu adalah Maha Esa", tidak dapat
disamakan dengan apa saja yang ada di alam semesta ini, apalagi
rasionalismenya otak manusia yang terbatas. Tuhan Yang Maha Esa itu adalah
Tuhan kita semua, apa pun nama dan sebutannya. Bahwa zat itu, adalah itu-itu
juga, Mahamutlak. Di sainer, pembuat, pengatur alam jagat raya ini. "What is
a name?"
Kembali kepada akar pembicaraan, penulis mengajak para pakar matematik,
astronomi/kalender sedunia, dapatkah engkau memahami hasil
perhitungan/guaran Abah Ali Sastramidjaya ini? Mari kita adakan pertemuan
dibidang ini! Saya "talek" bah Ali, sanggupkah? Dengan santai beliau
menjawab "Why not?" Saya tidak perlu menanyakan darimana sumbernya, yang
penting rumus itu ada! Dapat dipertanggungjawabkan oleh Abah Ali sendiri,
karena ini adalah rumus matematik!
Het bestaan van een kalender bij een volk bewjst een zekeregraad van
beschaving en de nauwkeurigheid van die kalender is een maatstaf voor
intellectuele ontwikeling. (Winkler Prins) Encyclopedia. Terjemahan bebas:
Keberadaan Kalender pada suatu masyarakat,menjadi satu bukti untuk mengukur
derajat peradabannya, sedangkan tingkat ketelitian kalendernya menunjukkan
ukuran kecerdasan/intelektualnya.
Kita amati bagaimana Bah Ali Sastramihardja mengukur tingkat ketelitian
kalender yang ada di dunia. Diambil sampel "kalender matahari (surya) 2 buah
yaitu Gregorian dan Sunda (Saka) dan "kalender bulan" (Candra) 3 buah yaitu
Hijriah Jawa dan Sunda (Caka).
Pengukuran tingkat ketelitian Kala Sunda dengan membandingkan rumus Kala
Sunda dan rumus Astronomi.
Ringkasnya tingkat ketelitian 5 kalender tersebut sebagai berikut:
A. Kalender Matahari
1. Gregorian = 3.334 tahun. 2. (saka) Sunda = 80.000 tahun yang terkoreksi
oleh para astronom tahun 2000 menjadi 460.830 tahun! Artinya tingkat
ketelitian (akurasi) Saka Kala Sunda adalah 138 kali lebih teliti (akurat)
dari Gregorian (kalender Masehi yang dipakai sekarang, dan disahkan oleh PBB
menjadi kalender internasional pada tahun 1956).
Bukan main! Tetapi wahai orang Sunda kiwari. Janganlah engkau berbangga hati
dulu. Matematika Sunda ini tidak pernah dibahas dalam forum resmi dengan
para ahli pananggalan (kalender) baik lokal, nasional, bahkan internasional.
Mengapa?
B. Kalender Bulan.
1. Hijriah = (2.420 tahun?), jika memakai rumus prahijrah . 2. Jawa = 2.420
tahun dalam arti hitungan Sunda Mataram. 3.Sunda = Dengan memakai Dewa
Indung Poe (setiap 20 tunggul taun akhir dikabisatkan) akibatnya abadi,
tidak berubah sepanjang masa. Artinya tingkat ketelitian (akurasi) Caka
sangat tinggi, sesuai dengan peredaran bulan dari dahulu hingga akhir masa.
Sering Abah Ali Sastramidjaya berucap "Jika mengukur sesuatu, mau pakai
penggaris yang lurus atau penggaris yang bengkok?"
Penulis dramatisasi kembali pertanyaan kepada Abah Ali, dapatkah Abah Ali
disidangkan? Bangsa Batak, Kalimantan, Sulawesi, Bali, India, Jawa, bangsa
Eropa, Arab, punya kalendernya sendiri .
Orang Sunda berhak untuk mempunyai kalendernya sendiri, Kala Sunda!
Kami, tim Kala Sunda, sedang mempersiapkan Kala Sunda taun 1942 Caka Sunda
(2006) atas arahan dan bimbingan langsung dari Abah Ali Sastramidjaya
sendiri, atas dasar "sakadada sakaduga" tim kami dengan bantuan masyarakat
dan pemerintah provinsi Jawa Barat tentunya. Cag!
Penulis, arsitek/konsultan perencanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar