------
Part 4
------
Memimpin Tim Galih Pakuan Jawa Barat
Ada pengalaman yang menarik selama ibu Enny memimpin
Panglipur, ketika membawa rombongan Panglipur ke
Singapura pada tahun 1980, dengan H. Suhari Sapari
(Ketua IPSI/PPSI) Jawa Barat. "Ketika mengadakan
pementasan di Singapura, setelah sampai di lokasi baru
teringat bahwa alat yang akan dipakai untuk peragaan
tertinggal di penginapan, padahal waktu untuk
pementasan tinggal beberapa menit lagi. Saat itu
tiba-tiba saya teringat pada sobrah (sejenis rambut
wanita yang panjang, digunakan untuk sanggul) yang
dapat mengganti alat yang tertinggal tadi. Ternyata
pementasan tersebut mampu memukau penonton dan mereka
merasa puas, orang menyangka bahwa sobrah itu
merupakan kreasi baru," katanya sambil tersenyum.
Selanjutnya ia mengingatkan, "Oleh karena itu,
peralatan atau senjata yang dipakai untuk pencak silat
itu bukan hanya Golok, Gobang (Pedang), Trisula, Toya,
Alu (halu), Tongkat, Limbuhan (sejenis senjata pendek)
yang bisa dipakai dalam peragaan, sobrah pun bisa
dipakai untuk demo. Jadi harus kreatif apabila
kebetulan alat-alat tersebut ketinggalan atau hilang.
Bahkan benang rafiapun bisa dipakai sebagai alat
membela diri," tuturnya menambahkan.
Selanjutnya ia menyinggung tentang masalah kostum
pencak silat, yang tidak lepas dari perhatiannya.
"Pesilat umumnya mempergunakan pakaian warna hitam,
tetapi untuk keperluan pentas tidak selalu harus
hitam, warna lain pun bisa dipakai, disesuaikan dengan
ibing yang akan ditampilkan, supaya anak-anak
kelihatan cantik, indah, dan tidak memalukan. Kostum
ini saya pakai ketika Panglipur ditunjuk sebagai
anggota Galih Pakuan Jawa Barat oleh Gubernur H. Aang
Kunaefi (alm) dari tahun 1978 sampai tahun 1985,
antara lain ketika menyambut Konperensi Asia Afrika
(1985), Parasamya Purna Karya Nugraha, dan sebagainya.
Selama menjadi Tim Protokoler Jawa Barat (Galih Pakuan
Jawa Barat), Panglipur telah puluhan kali mentas di
Istana Bogor, bersama-sama dengan kesenian lain
seperti Tari, Dogdog Lojor, Sisingaan, Buncis,
Jaipongan, dan lain-lain di bawah pimpinan Enoh
Atmadibrata, Nugraha, Indrawati Lukman, Yeti Mamat,
Irawati Durban, Gugum Gumbira, Tati Saleh, dan seniman
sunda yang lainnya," tutur tokoh yang pandai merias
pengantin ini, "Bahkan saya pernah mencoba menampilkan
ibing pencak silat dengan pakaian kebaya ternyata
berhasil dan dapat diterima oleh masyarakat pencak
silat sebagai pementasan yang baik dan indah, tanpa
mengurangai nilai-nilai dan kaidah seni beladiri
pencak silat yang sebenarnya. Maksudnya yaitu dalam
keadaan apapun, seorang pesilat tidak harus selalu
memakai seragam silat, khususnya bagi seorang
perempuan memakai pakaian kebayapun bisa membela diri
dan menampilkan gerakan silat dengan baik," tandasnya.
Ibu yang satu ini ternyata tergolong ketat dalam
menerapkan disiplin di Panglipur, misalnya antara anak
laki-laki dan anak perempuan di perguruan harus
seperti kakak dan adik, saling melindungi, saling
menyayangi, dan saling membantu apabila masing-masing
mempunyai kesulitan. "Saya tidak memberikan ijin ada
hubungan lebih dari saudara seperguruan, apalagi
sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya
memperbolehkan murid perempuan menikah dengan dengan
murid laki-laki seperguruan asal benar-benar bisa
membangun rumah tangga dengan baik dan benar-benar
sesuai dengan ajaran Agama Islam. Alhamdulillah,
peraturan ini sampai sekarang belum ada yang
melanggarnya, apalagi sampai menimbulkan retaknya
hubungan kekeluargaan di Panglipur," tuturnya serius.
Tahun 1997, Rd. Enny Rukmini Sekarningrat dan Rd. H.
Adang Mohammad Moesa ditunjuk oleh PB IPSI berangkat
ke Malaysia sebagai tokoh dan pakar pencak silat Jawa
Barat, selanjutnya berangkat lagi dengan E. Kusnadi ke
Trengganu, Malaysia sebagai peninjau pada Kejuaraan
Pencak Silat Nusantara.
Sebagai tokoh dan pakar pencak silat, sikap
pergaulannya yang luwes ternyata mampu membawa
Panglipur menembus pergaulan pencak silat secara
Internasional sehingga dikenal di kalangan pakar-pakar
pencak silat mancanegara. Selain itu, ia telah
berhasil membawa Panglipur sebagai perguruan pencak
silat yang mampu mempertahankan keasliannya.
Selama 91 tahun (1909-2001) Panglipur telah dipelajari
oleh pecinta pencak silat dari dalam maupun luar
negeri, seperti Asia, Eropa, dan Amerika. Dari waktu
ke waktu Panglipur tetap eksis, prestasi dan dedikasi
Panglipur tak pernah absen dalam mengikuti
pagelaran-pagelaran atau kejuaraan-kejuaraan yang
resmi yang diselenggarakan oleh Pengda IPSI maupun PB
IPSI, baik di tingkat Nasional maupun
Internasional/Dunia. Terakhir, ia mendapat undangan
dari PB IPSI sebagai pakar pencak silat dalam
Kejuaraan Dunia Pencak Silat X dari tanggal 14 sampai
20 Nopember 2000, di Jakarta. Panglipur Cabang Belanda
tampil sebagai wakil dari Panglipur Indonesia.
"Alhamdulillah selama saya memimpin perguruan pencak
silat Panglipur, rasanya murid-murid Panglipur belum
pernah ada yang mengecewakan, bahkan cabang-cabang
Panglipur terus bertambah dan berkembang sampai ke
mancanegara, antara lain Belanda, Amerika, Austria,
dan lain sebagainya," tuturnya bangga. (AIS)
Sumber:
Majalah Seni Beladiri DUEL, No. 04 Tahun I Januari
2001
(http://duel.melsa.net.id/04ennyrs.html)
(T A M A T) bag 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar