Jumat, 07 Januari 2022

TAFSIR SURAT AL-IKHLASH

[5/1 00:14] aji rasha: 
TAFSIR SURAT AL-IKHLASH 
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 
Allah berfirman. 
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ 
“Katakanlah : “Dialah Allah, Yang Maha Esa” 
[Al-Ikhlash : 1] 
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ 
“Allah adalah Ilah yang bergantung kepadaNya segala urusan” 
[Al-Ikhlash : 2] 
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ 
“Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan” [Al-Ikhlash : 3] 
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ 
“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” 
[Al-Ikhlash : 4] 

Mengenai “basmalah” 
telah berlalu penjelasannya. 
Sebab turunnya surat ini adalah, 
ketika orang musyrik atau orang Yahudi berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Beritakan kepada kami sifat Rabb-mu!” Kemudian Allah Ta’ala menurunkan surat ini 
[1] Qul = “Katakanlah”. 
Pernyataan ini ditujukan kepada 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
dan umatnya. 
“Huwa Allahu ahad” = 
“Dialah Allah Yang Maha Esa”. 
Menurut ahli I’rab, 
huwa adalah dhamir sya’n, 
dan lafdzul jalalah 
Allah khabar mubtada dan 
“Ahadun” khabar kedua. 
‘Allahu Ash-Shomad’ kalimat tersendiri. 
“Allahu Ahadun” 
Yakni, Dia adalah Allah 
yang selalu kamu bicarakan dan 
yang selalu kamu memohon kepada-Nya. “Ahadun”. 
Yakni, Yang Maha Esa 
dalam kemuliaan dan keagungan-Nya, 
yang tiada bandingan-Nya, 
tiada sekutu bagi-Nya. 
Bahkan Dia Maha Esa 
dalam kemuliaan dan keagungan. 
“Allahu Ash-Shomad” 
adalah kalimat tersendiri 
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa dia Ash-Shomad. Makna yang paling mencakup iallah 
Dia mempunyai sifat yang sempurna yang berbeda dengan semua mahkhluk-Nya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas 
bahwa Ash-Shomad 
ialah yang sempurna Keilmuan-Nya, 
Yang sempurna Kesantunan-Nya, 
Yang sempurna Keagungan-Nya, 
Yang sempurna Kekuasaan-Nya. 
Sampai akhir perkatan-Nya [2]. 
Ini artinya bahwa Allah Ta’ala 
tidak membutuhkan makhluk 
karena Dia Maha Sempurna. 
Dan juga tertera dalam tafsir 
bahwasanya As-Shamad ialah 
yang menangani semua urusan makhlukNy-Nya. Artinya, Bahwa seluruh makhluk sangat bergantung kepada Allah Ta’ala. 
Jadi, arti yang paling lengkap ialah : 
Dia Maha Sempurna dalam sifat-sifat-Nya dan seluruh makhluk sangat bergantung kepada-Nya. “Lam yaalid”. 
Bahwa Allah Azza wa Jalla tidak mempunyai anak karena Dia adalah Dzat 
Yang Maha Muali dan Maha Agung, 
tidak ada yang serupa dengan-Nya. 
Seorang anak adalah sempalan dan 
bagian dari orang tuanya. 
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukepada Fathimah Radhiyallahu ‘anha.

Referensi: https://almanhaj.or.id/1665-tafsir-surat-al-ikhlash.html

[5/1 00:15] aji rasha: 
“Ia adalah bahagian dari diriku” [3] 
Allah Azza wa Jalla tidak ada yang serupa dengan-Nya. 
Anak merupakan salah satu kebutuhan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan dunia maupun untuk menjaga kesinambungan keturunan. 
Allah Azzan wa Jalla tidak memerlukan itu semua. 
Dia juga tidak dilahirkan karena tidak ada yang serupa dengan-Nya 
dan Allah Azza wa Jalla tidak memerlukan seorang dari makhluk-Nya. 
Allah telah mengisyaratkan bahwa 
mustahil bagi-Nya mempunyai anak, 
seperti dalam firman-Nya. 
اَنّٰى يَكُوْنُ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَمْ تَكُنْ لَّهٗ صَاحِبَةٌ ۗوَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ 
“Bagaimana Dia mempunyai anak 
padahal Dia tidak mempunyai isteri ? 
Dia menciptakan segala sesuatu ‘ 
dan Dia mengetahui segala sesuatu” 
[Al-An’am : 101] 
Seorang anak membutuhkan 
orang yang melahirkannya. 
Demikianlah, Allah adalah Dzat 
Yang Menciptakan segala sesuatu. 
Jika Allah menciptakan segala sesuatu 
berarti Dia terpisah dari makhluk-Nya. 
Dalam firman-Nya : 
Lam yaalid” = “tidak beranak” 
merupakan bantahan terhadap tiga kelompok anak Adam yang menyimpang. 
Mereka adalah orang Musyrik, 
orang Yahudi dan 
orang Nasrani. 

Orang musyrik meyakini bahwa 
malaikat yang mereka itu ‘Ibadur Rahman’ berjenis perempuan. 
Mereka mengatakan bahwa malaikat tersebut adalah anak perempuan Allah. 

Orang Yahudi mengatkan 
‘Uzair adalah anak Allah, dan 

orang Nasrani mengatakan 
Al-masih adalah anak Allah. 

Kemudian Allah mengingkari mereka semua dengan firman-Nya “Lam yaalid wa lam yuu lad” = “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan”, karena Allah Azza wa Jalla adalah 
Dzat Yang Pertama, 
tidak ada sesuatu yang mendahului-Nya, bagaimana mungkin dikatakan bahwa 
Dia dilahirkan. 
Firman Allah. وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ 
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” 
[Al-Ikhlash : 4] 
Yaitu tidak ada sesuatu pun yang menyamai seluruh sifat-sifat-Nya. 
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menafikan Dirinya mempunyai ayah atau Dia dilahirkan atau 
ada yang semisal dengan-Nya. 

Surat ini mempunyai keistimewaan 
yang sangat agung. 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Bahwa ia (surat Al-Ikhlash) menyamai sepertiga Al-Qur’an” [4] 
Surat ini menyamai sepertiga Al-Qur’an 
tetapi tidak dapat menggantikan 
sepertiga Al-Qur’an tersebut. 
Dalilnya, 
kalau seorang membaca surat ini sebanyak 
tiga kali di dalam shalat, 
masih belum mencukupi 
sebelum ia membaca surat Al-Fatihah. 
Padahal jika ia membacanya tiga kali, 
seolah-olah ia membaca semua Al-Qur’an, 
tetapi tidak dapat mencukupinya. 
Jadi, kamu jangan heran ada sesuatu 
yang sebanding tetapi tidak mencukupi. 
Misalnya sabda Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Barangsiapa membaca :
“Tiada ilah yang berhak disembah 
kecuali hanya Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nyalah segala kekuasaan dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu” Seakan-akan ia telah membebaskan 
empat orang budak dari keuturunan Isma’il atau dari anak Ismail” [5] 
Padahal jika ia berkewajiban untuk membebaskan empat orang hamba, dengan mengatakan dzikir ini saja tidak cukup untuk membebaskan dirinya dari kewajiban membebaskan hamba tersebut. Oleh karena itu, 
sama bandingnya sesuatu 
belum tentu dapat menggantikan posisi 
yang dibandingkan. 
Surat ini dibaca Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada raka’at kedua shalat sunnah Fajr, shalat sunnah Maghrib dan shalat sunnah Thawaf [6]. 
Begitu juga beliau membacanya dalam shalat witir [7], 
karena surat ini merupakan landasan keikhlasan yang sempurna kepada Allah, 
inilah sebabnya dinamai dengan surat Al-Ikhlash. [Disalin dari kitab Tafsir Juz ‘Amma, 
edisi Indonesia Tafsir Juz ‘Amma, 
penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari, 
penerbit At-Tibyan – Solo] 

Referensi: https://almanhaj.or.id/1665-tafsir-surat-al-ikhlash.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar